ULAT KAYU

Ulat Kayu, kakek ku memanggilnya "Ulam". Binatang ini bentuknya gendut, licin, berlemak dan tampa bulu, dengan kepala kecil berwarna coklat. Hidupnya di dalam pohon kayu, ber-anak pinak, bergerombol, menjadi pemakan daging kayu, dari dalam pohonnya. Sebagian masyarakat, ada yang menjadikan binatang ini sebagai lauk untuk makan. Tetapi aku selalu jijik melihat binatang ini.

Salah Satu Jenis Ulat Kayu
Pepohonan yang dagingnya dimakan Ulat Kayu, lambat laun akan rusak, akarnya busuk, daunnya rontok, lalu pohon mati dan tumbang tak bersisa. Ulat Kayu merupakan hama, yang mengganggu dan merugikan para penanam dan pemelihara kayu. Orang-orang yang penghidupannya dari hasil bercocok tanam kayu, akan dirugikan secara ekonomi oleh Ulat Kayu ini.

Perilaku "Ulat Kayu" bisa juga berlaku dalam kehidupan manusia. Jika organisasi massa, organisasi perusahaan, bahkan organisasi politik diibaratkan sebagai "Pohon Kehidupan" bagi masyarakat. Maka "Pohon Kehidupan" itu akan rusak, jika ada diantara masyarakat, atau bahkan pemimpin organisasi yang bertabiat seperti "Ulat Kayu"

Coba lihat di sekitar kita, banyak orang ber-prilaku seperti "Ulat Kayu" para pegiat organisasi massa, para pemimpin parpol, bahkan mungkin, posisinya hanya anggota organisasi massa. Mereka sering kali mentransaksikan jabatan, mentransaksikan legalitas organisasi, atas nama masyarakat miskin, masyarakat tertindas, masyarakat pencari keadilan dan yang lainnya. Mulai dari transaksi jutaan, puluhan juta, ratusan juta hingga milyaran rupiah. Masya Allah, mereka tidak lagi pake ragu-ragu atau malu-malu. Asal menghasilkan uang, semuanya seolah menjadi halal dilakukan. Dianggap rezeki Allah, yang datang dari tempat yang tidak disangka-sangka. Enak banget, hahahaha.

"Ulat Kayu", sering melakukan perjalanan dinas juga, atas nama study banding, untuk kemajuan masyarakat. Ternyata itu alasan dusta, mereka berbisnis. Menggunakan waktu, yang seharusnya digunakan untuk melayani masyarakat. Menggunakan dana yang dihimpun dari iuran masyarakat, yang seharusnya memberikan manfaat sebagai imbalan kepada masyarakat. Fakta nya habis untuk dana perjalanan dinas, dana makan-makan, dana penginapan, dana belanja-belanji, dana pijat-pijat, bahkan dana movie bareng hehehehe 

"Ulat Kayu" bahaya "Laten" bagi pohon kehidupan kita. Ulat Kayu dengan gerombolannya, yang setiap saat memakan daging kayu dari dalam, dengan tamak dan rakus, akan membuat kayu habis tak tersisa. Masyarakat ibarat akar yang membusuk, lama-lama tidak akan bisa bertahan, menyangga pohon yang penuh dengan "Ulat Kayu". Daun-daun yang seharusnya memberi oksigen bagi kehidupan masyarakat, gugur, rontok, jatuh ke bumi, hanya akan menjadi sampah kebun. Meski bisa menjadi pupuk, pasti untuk pohon kehidupan segelintir orang saja, komunitas "Ulat Kayu".

"Ulat Kayu" sering bergerombol, berkroni, membangun komunitas. Membangun lingkaran syetan yang sulit diurai. Mereka berkata dengan kedok "kebenaran yang pongah" hatinya keras tanpa belas kasihan, pikirannya lugas, tapi tanpa nalar. Kepatuhan hanya berlaku untuk orang lain, untuk musuh-musuh "kroni" saja, tapi tidak berlaku untuk komunitas "Ulat Kayu"

"Ulat Kayu" tubuhnya berlemak, mukanya berminya, kepalanya semakin kecil, mungkin juga "otak" nya mengalami penciutan. Matanya terlihat sendu (seneng duit), menatap lembut, tapi licik dan culas. Kelembutan tatapan dan tutur katanya, bak jaring laba-laba spiderman, menjaring dan menjerat, tanpa ampun. "Ulat Kayu" berperut buncit, seperti perempuan tengah hamil tua. Kawan ku bilang, mereka mengalami hamil permanent, karena tidak akan pernah melahirkan baby, hahahaha.

"Ulat Kayu" hama si pemakan "Pohon Kehidupan", ayo kita basmi, kita singkirkan, meski pun dia bersemayam juga dalam "Hati dan Pikiran Kita" Kini, sudah bukan saatnya lagi hanya berpikir tentang aku dan kami. Sudah bukan saatnya lagi mengelola "Pohon Kehidupan" dengan manajemen "bisik-bisik" diantara kroni. Ini jaman transfaransi, ini jamannya berpikir, bekerja kolaborasi positif. Lalu berhasil dan sukses untuk kehidupan kita semua.

Mari berubah, karena jaman akan terus berubah. Jika kita tidak mau berubah, maka dunia tetap akan berubah, meninggalkan kita di alam primitif, diantara gerombolan "Ulat Kayu" yang terus memangsa pohon kehidupan kita. Mari berubah, mengganti sistem mengganti rezim, meninggalkan tabiat kehidupan "Ulat Kayu". Kita basmi hama "Ulat Kayu" dengan memelihara pohon kehidupan bersama, menyiraminya, memberikan pupuk dengan baik dan benar. Agar pohon kehidupan kita berakar kuat, berdaun rimbun, bercabang, berbunga dan berbuah. Buah, manfaat bagi kehidupan masyarakat banyak.

Saatnya meninggalkan budaya "Menejemen Organisasi Bisik-bisik" Mempertahankan kekuasaan, melalui transaksi kroni dengan suara masyarakat. Pendapat masyarakat dibeli, protes masyarakat dibeli, keadilan untuk masyarakat, juga dibeli. Organisasi seperti milik peribadi dan kroni, uang menjadi milik peribadi dan kroni, kekuasaan dibagi-bagi, menjadi hegemoni. 

Abad ini abad demokrasi, masyarakat harusnya diberikan ruangan untuk berpartisipasi, menentukan nasibnya sendiri. Pemimpin seharusnya berkompetisi, dalam nuansa silaturahmi. Semua boleh mengajukan diri untuk menjadi petinggi, melalui pilkades, pilkada, dan pil-pilan lainnya. Yang menang tidak perlu pongah, yang kalah tidak perlu kalap, menggugat. Berikan rakyat keteduhan, dengan saling mendukung, dan kesediaan memelihara "Pohon Kehidupan" bersama, untuk menaungi rakyat, dari kelaparan, kehausan dan serangan berbagai penyakit, terutama dari penyakit yang memiskinkan masyarakat.

"Ulat Kayu" hanya ada dalam pikiran, tanpa menjadi "hama" tapi menjadi tantangan dan kewaspadaan, untuk tetap bekerja keras, memelihara semangat bersama, memelihara "Pohon Kehidupan" bersama. 

Wallahu'alam Bissowab.

Semoga menjadi spirit untuk menghadapi para "Ulat Kayu" yang berada dalam diri dan di luar diri kita.

Jakarta, 06 Oktober 2013


Mengganti judul tulisan "Ulat Kayu" yang pernah dimuat di bolg ini, dan tiba-tiba hilang.  





Tidak ada komentar: