SARAJEVO DI SENJA HARI

Ini sebuah dongeng yang hampir mustahil, disampaikan via sms oleh seseorang yang sedang mengamuk dilanda dusta besar yang diciptakannya sendiri. Kegelisahan dosa yang biasa dia nikmati ketika dalam keadaan terdesak, sesungguhnya hanya minta belas kasihan, itulah rayuan ala 'dia' aku hampir bisa menghafalnya di luar kepala.

Bagiku semua yang terjadi saat ini adalah jeda, agar kalian paham bahwa semua yang aku lakukan tidak semata-mata untuk keperluanku sendiri. Tapi itulah prilaku kecintaanku kepada kehidupan, di mana kalian hadir di antaranya. Dan agar kalian paham, bahwa aku juga manusia biasa, selain memiliki kasih sayang, belas kasihan sebagai prilaku cinta ... aku juga punya kemarahan, ketika harga diriku terinjak dan tidak lagi kalian anggap ada.

"Ayu, apa uwa dan tante Siti baik-baik saja? tolong sampaikan tante Dinda terbang ke Sarajevo siang ini untuk waktu yang tidak ditentukan, dan semoga tante Siti cepat sembuh. Salam sayang Dinda."

Skenerio apa lagi yang hendak 'dia' buat untuk menjebak dirinya sendiri, agar terbenam ke dalam lumpur yang semakin dalam? ....

"apa pun yang ingin kamu lakukan bagiku tidak ada persoalan selama kamu memenuhi kewajibanmu sebagai direktur DINS untuk melunasi hutang bank setiap jatuh temponya ... tanggal 27 setiap bulan, itulah pertanggungjawaban."

Jika saja menggunakan nalar orang sehat jiwa, tidak semudah sms untuk melakukan itu. 'Sarajevo negara yang belum bebas visa, bisakah mengurus visa beberapa jam pada hari Sabtu?' nalarku tidak sampai bisa menjawab pertanyaan ini. Tetapi jika pun benar ini 'dia' lakukan, berarti itulah kelebihannya.

Selanjutnya akan menjadi kekhawatiranku jika dia bersikap tidak bertanggungjawab kepada kewajibannya, karena itu berarti aku punya masalah dengan rumahku dan kehidupan keluargaku.

Hanya keyakinanku pada Allah saja, yang membuat aku tidak panik menghadapi situasi ini. Satu hal lainnya, kebiasaan dia berbohong dan merajuk, semoga harapanku yang lain, bahwa 'dia' tidak pergi ke mana pun, kecuali dengan sms itu 'dia' ingin aku agar keluar mencarinya. 

Aku putuskan kali ini 'jeda' yang harus aku lakukan, agar 'dia' berpikir sehat dan menjadi manusia bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Aku mengasihaninya, karena 'dia' jiwanya labil dan tidak normal. Dan aku yakin Tuhan telah mengintervensi hidupku agar masuk ke dalam kehidupannya.

Semoga Tuhan segera membimbing 'dia' kembali pulang pada kehidupannya, pada keluarganya dan kepada cita-cita besarnya. Aamiin ....




Citra Raya, 19 April 2015
Ketika hati tidak lagi berperasaan


MENYUSURI LORONG GELAP

Tanggal 18 April 2015
Pukul 01.15 dini hari, tiba-tiba saja telepon berdering kencang membangunkan aku dan se-isi rumah ... kaget, Siti yang baru saja terlelap gemetar dengan jantung berpacu lebih cepat. Karena memang dia dalam keadaan sakit ... selanjutnya dia muntah-muntah dan tidak bisa tidur lagi ....

Sementara penelepon menutup teleponnya sebelum kuangkat ... baru untuk bunyi yang kedua kalinya aku bisa mendengar suaranya yang sedang marah, bicara tentang sesuatu yang kurang jelas kutangkap antara kalimat 'akun Larasati dan Halim' what is that?!! telepon ditutup. Lalu kutelepon balik ... sedikit agak jelas 'ini soal dusta yang tertimbun' di mana aku pernah terluka, karena merasa ditipu mentah-mentah. Tapi sesungguhnya saat ini aku sedang berjuang untuk melupakan dan mengobati luka hatiku sendiri, dengan terus melihat segala hal positif dari dirinya ... demi untuk sebuah mimpi besar yang sedang dia kejar.

Dengan telepon dini hari itu, luka hati kembali terbuka. Dan lebih menyakitkan lagi, bunyi telepon itu telah membuat aku bertengkar hebat dengan Siti, dan itu lebih memperparah luka hatiku ... akhirnya memang aku harus sendirian menyusuri 'Lorong Gelap' yang terlanjur digali dan aku sudah bertahun-tahun terperangkap di dalamnya.Bacaan Qur'an-ku tertunda pada dini hari ini ... sampa aku berwudu kembali, lalu ruku dan sujud kembali untuk menyerahkan segala urusanku kepada-Nya. 

Setelah melafalkan doa panjang, aku lanjutkan bacaan ayat-ayat-Nya. Kembali inbox itu menggangguku dengan ancaman konyolnya ... sambil terus melafalkan Firman-Nya, dengan sangat terpaksa aku tulis kepadamu "Suamimu,puasss!! dan itu telah mengganggu keluargaku. Camkan itu!!! mengganggu keluargaku!!!" Tiba-tiba saja ada yang bergerak dalam otak kecilku ... perintah untuk segera mematikan seluruh saluran alat komunikasi dan terutama akun facebookku. Sudah cukup segala toleransi dan kesabaran ... sudah cukup semuanya aku lakukan dengan tulus dan penuh cinta, tetapi bukan cinta yang aku miliki yang dia butuhkan. Melainkan cinta yang hura-hura, cinta syahwat dan nafsu angkara ... dan itu bukan duniaku sama sekali.

Biarlah aku "Menyusuri Lorong Gelap" dengan lentera yang akan aku nyalakan tiap hari, lentera hatiku sendiri, lentera dari cahaya Illahi. Yang kulantun dengan doa dan ayat-ayat dari Firman-Nya. Cukuplah bagiku Dia penolongku, bukan apa pun dan bukan siapa pun. Aku harus berkejaran dengan waktuku yang semakin senja, sehingga jika malam pun tiba aku tidak terbaring dalam kegelapan ... aku ingin terbaring di sisi-Nya dalam kemulyaan sebagai manusia yang ber-iman dalam keadaan Islam yang sesungguhnya. Aamiin

Wallahu'alam Bissowab





Citra Raya, 18 April 2015
'Lentera Hati, Cahaya Illahi'