Teruntuk_Bunda_Lilis‬ ‪

By : Rohma Nia


Bunda
Separuh abad lebih usia nadimu
Berpacu, menapaki waktu
Merasai pahit manis kehidupan
Melukis kemapanan bersikap

Bun
Teringat awal kita saling bersapa
Hangat sapamu cairkan suasana
Tanpa canggung kau bercanda ria
Humoris lagi bijak, itulah dirimu
 
Bun
Anggunnya caramu bersikap, buatku belajar
Berkaca diri, membuka pikiran
Bilakah hidup selalu ada bahagia menunggu
Hanya saja, terkadang kita yang tak mengijinkan ia menyapa

Bun
Aku, Bunda seperti satu keluarga
Saling menyatu dalam hangatnya baluran dendang sastra
Semoga abadi hingga akhir titik nadi
Meski kita tak saling bersua, tapi kita saling menyatu.

Jpr, 20012015



DUA PUISI DALAM SATU PERJALANAN

Pulang

Menantang matahari petang silau memancar ....
Menyakitkan kornea mata
Mata hati berlatih memandang dari kedalaman mencerna nalar mengajari naluri tantang suara hati nuarani

Langkah terbentang sepanjang jalan tiada henti tak pernah menepi
Inilah kehidupanku ... kembali ke rumah


Pas Kelokan Keluar Tol Bitung, 15 Januri 2015



Cinta
Pada pukul 9 pagi "ting! menyembul dari kotak hitam" senyum segar baru mandi bersama sekarung roti hahaha

Cinta
Atmosfirnya menghangat menjalari semesta lewat wuwungan langit
Langit-langit hati dibelai semilir lembut terbang ribuan kilo meter menuju nirwana di pulau para dewata


"Hai cinta, tangan siapakah gerangan yang bergelayut bagai membelai rambutmu?" Ting! Cemburu menyapa dengan rajuknya yang manja ....

Ting! "Mana? Itu kan tanganku sendiri, emang tidak mengenalinya?"
Ting! "Masa? Koq besar sekali, aku pikir tangan Raksasa"

Ting! Wkwkwkwkwkwkwkwkwwk

Cinta berwarna membahana di cakrawala semua langit semesta
Mencairkan jenuh rindu yang membeku, pada sisa-sisa terjaga tadi malam.



Pas Pintu Tol Kebon Nanas, 15 Januari 2015

Menapaki Duniamu


berkutat dalam tumpukan aksara
dua belas jam memandangi screen tanpa henti
mengeja satu persatu kata-kata, tanda baca dan mencari maknanya
dari semua hal yang dituliskan oleh pikiran dan perasaan orang yang aku tidak mengenalnya ....


klung! huh! mendingan aku mengerahkan 6.000 orang massa untuk ikut unjuk rasa, dariapda membaca pikiran dan perasaan orang dari kata-kata yang sulit dieja dan dicari maknanya ....
klung! wkwkwkwkwkwkwk, rasain!
 

seperti biasa suaramu menyela tanpa gaung dari ujung sana
aku tak tahu persis apakah engkau sedang menikmati kebahagiaan dengan tawamu itu? atau ... hanya melepas penat mata dan otakmu dari tumpukan kata-kata yang kau eja .... sepanjang masa

sungguh ajaib KuasaNya menyatukan rasa dalam setumpuk aksara dan kata-kata
kularutkan rasaku dalam duniamu ....



Citra Raya, 16 Januari 2015
With Love for Dinda Prameswari Din's

Istana Tanpa Dinding


kerajaan hati tanpa skat, tanpa pembeda, tanpa klas raja dan jelata
kemerdekaan pikiran tanpa harus memberikan penilaian, komentar, suka dan tidak suka, semua karya adalah maha harga bagi pembuatnya

bilik kecil milik peribadi, di mana seluruh rahasia hati bisa dibuka dalam lepas tawa terbahak bahagia atau sedu sedan tangis menderu-deru mengharu biru
kilatan cinta yang datang dari jarak jutaan kilometer di belahan dunia yang tidak dapat dijangkau dengan mata, mata kaki atau telinga



di Istana Tanpa Dinding ada Dinda Prameswari Dins, Dani Satata, Wiwi Ardhanareswari, dalam bilik-bilik cinta bersama, cinta sesama mengarungi ruang dan waktu tanpa berhitung harga dan jasa. Semua hal bisa jadi bicara, bercanda tertawa atau saling menangisi tragedi yang saling dibuka.
Ting! emaaaak! abaaaang! kalian lagi apa? entah dari belahan dunia mana mbak ‪#‎Wi‬ menyapa .... kusambut dengan senyum bahagia "emak di sini mbak" 


Ting! pagi mom, dengan malas ‪#‎Dinda‬ menyapa ... entah dari Semarang atau Yogjakarta, atau mungkin saja dia sudah beredar di jalan raya ... kusambut dia dengan mesra "pagi sayang" lalu ... wkwkwkwkwkwk dunia gempar membahana.


Ting! belum rehat maak? ‪#‎Dani‬ menyapa pada pukul 23.00 ... kusambut dia dengan bangga "belum Lowo, emak belum ngantuk, kamu juga ngapain belum tidur?" ... beberapa menit kami berbincang sebelum saling menyapa malam untuk tidur dan mencari mimpi indah di keheningan ....


Istana Tanpa Dinding ....
rumah masa tuaku, di mana aku menikmati kebebasan pikir dan rasa untuk kebahagiaanku sendiri ... jika ada orang yang mengikutinya itu anugerah dan berkah yang harus aku syukuri, bahwa masih ada sisa cinta untukku di hati mereka.


Istana Tanpa Dinding
rumah type 21 di Citra Raya tempat aku menghela nafas dalam hari-hari penuh warna dengan Siti Istikharoh dan Ayu Solihatu R

Istana Tanpa Dinding - Citra Raya, 19 Januari 2015