Tangisan Putri Raja Pajajaran


Kita bertiga diperkenalkan lewat celah bumi yang tidak nampak
bermain aksara dan kata-kata di dunia maya
hari ke hari aksara bertaut dalam kata, dalam jiwa, memasuki wilayah cinta semesta antar sesama, lewat canda dan tertawa, semakin menggila

Pagi ini kita saling membagi salam, dengan seloroh ketawa-ketiwi di alam bebas polusi
kalian berdua ada di mana aku tidak tahu, sementara aku ada di jalan raya Tangerang - Bogor, menelusuri mewahnya jagat raya yang sudah terbeli, terkapitalisasi menjadi JOR, menjadi Tol Puri Kembangan, menjadi sekat antara miskin dan kaya, menjadi tempat pemungutan upeti atas tanah Allah


Tiba-tiba di sana kalian berbicara bisnis milyaran, trilyunan, untuk barang pusaka, untuk harta karun, bahkan untuk tanah pusaka, anugerah Allah untuk Bangsa Indonesia. Kau terjebak, kita berdebat, kita merasa kalah, kita merasa tidak berdaya, lalu kita menangis bersama, menangisi diri yang tak berdaya lagi, menangisi diri yang terjual sepetak demi sepetak, untuk memenuhi nafsu, menghambur uang, menyandra harga diri anak bangsa, sang pemilik pertiwi.

Nafasku sesak, karena amarah hati memberontak, mengamuk dalam dada dan otakku. Menyakiti hati, menyakiti nurani, yang bercucur darah, bercucur air mata hati, membasahi seluruh luka hati, perih tak terperi
Sukmaku terisak sepanjang jalan, membuat dada semakin sesak, tiada lagi kata-kata yang bisa kutulis, kuucap kepada kalian di ujung sana, yang juga sedang menangisi harga diri yang sudah tergadai, terjual, atas nama cinta, atas nama Tuhan, yang menjebak dirimu dalam tanggungjawab kedirianmu sebagai permaisuri dan ratu untuk anak-anakmu

Putri Raja menangis melihat tanah airnya tergadai dalam dekapannya sendiri. Putri Raja menangis menolak tak bisa, menerima tak rela, tanah airnya dipetak-petak, terjual, terbeli dalam tangannya sendiri.
Putri Raja menangis, membayangkan anak cucunya, kelak akan terdampar dalam kemiskinan, terjajah para bedebah di rumah nenek moyangnya sendiri.

Cibogo, Bogor, 18 Desember 2014

Untuk kawan seperjalananku Wiwi Ardhanareswari dan Dani Satata. Kepada Dinda Prameswari Din's, selamat malam Jumatan ya haha
By: Dinda Prameswari Dins

Wanita Tua di suatu petang.
Wanita tua bersandar di dinding batu
menatap hujan deras yang mengguyur
memisahkan dunia di mana ia disebut Bunda yang berpendidikan
penuh idealisme dan kharisma menyala berkobar
dengan dunia kecil nan nyaman
penuh kehangatan
dari secangkir kopi dan selimut tebal
dan sejenak meluruskan badan.
Tik tak tik tak ... jari resah menari
mencari sebuah nama yang sangat ingin dijumpainya.

"Dinda Prameswari Din's ... anak itu ke mana seharian?
Iblis kecil yang selalu datang dan menghilang.
AArrrggggghhhh!!"

Gemas menanti celotehan pendek dan tawa mengejek
dari bibir yang masih menaruh hormat.

"Mom ... lagi apa?"
Horeee!! Dia mengirim pesan!
Akhirnya.

"Menunggu hujan reda Dinda ...
kamar masih 20 langkah, dan dipisahkan langit terbuka."

"Lari Mom! Lari ...! tembus hujan
dan nikmati sedikit kegilaan.
Rasakan nikmatnya dingin yang menyegarkan
dan meredakan pikiran-pikiran gilamu
(yang membuatku menyayangimu)."

Senyum seringai wanita tua terkembang.
"Bismillah ...."
badan tua dengan raga tua
melompat menerjang hujan
menikmati tusukan menyakitkan di kulit kepala
dan membuatnya setengah gila
berteriak dalam keliaran ... dan kebebasan.

"Sirami aku, hujan!!
Tantang aku menaklukkanmu!!
Siapa yang bisa mengalahkanku si wanita remang-remang?!"

Jegluaarrr ...! Petir menyambar.
Wanita tua sejenak tersadar ...
menyebut nama Tuhan dan berlari menepi.
Jemari merogoh ponsel dan siap mengetik.

"Dinda sialan ... kau kerjai aku ...."
namun sebelum tombol ditekan, terbaca sebuah pesan.
"Tetapi hati-hati Mom.
Mom sudah tua, bermain hujan adalah keputusan bodoh.
Ingat encok dan rematik."

Wanita tua bernama Lilis M. Usman tertegun,
dalam hati merutuk pelan.

"Dindaaaaaaaaaa ...!


Jogja, hujan deras 19 Desember 2014

Pengunjung di Kegelapan Pagi


Tok ! Tok! Tok!
Bunyi tanda pesan pendek masuk telephon genggamku sebelum aku mulai dengan bacaan rutinku, kubuka tepat pukul 04.30 “Innalillahi Wainnaillaihiroojiuun, telah meninggal mertua kak Mulyadi pagi ini."
Dug ! dadaku tertumbuk tinju, seakan Malaikat Pencabut Nyawa menonjokan Tinjunya ke ulu hatiku, sambil lalu. Ini berita duka tentang suami sahabat kecilku, teman se kelas di Sekolah Rakyat (SR) puluhan tahun yang lalu, di mana kami mulai belajar mengeja aksara dan menghitung angka-angka. Di mana kami menikmati hari-hari bermain bola kasti, kemudian sama-sama nyebur di kali sebagai ritual suci kami. Indahnya kenangan itu berkelebat melewati jasad membujur kaku, di pelupuk mataku subuh ini.

"Innalillah Wainnaillahiroojiuun," kujawab pesan pendek kepada keluargaku. Seraya menyampaikan rasa bela sungkawa, memberikan keteduhan hati untuk bersabar dan ikhlas menerima musibah ini. Karena sesungguhnya tidak ada satu mahluk hidup pun yang bisa luput dari kematian. Itulah hukum yang telah dipastikan-Nya sejak kehidupan semesta Dia ciptakan.

Sisa subuhku kulanjutkan dengan membaca bait-bait firman-Nya, lebih khusuk dari subuh-subuh sebelumnya, kubaca maknanya, terasa seperti ribuan jarum menusuk-nusuk perasaanku, periiih ….
Betapa terasa semakin kecil diri ini, di hadapan kekuasaan-Nya aku hanyalah manusia papa dan hina, manusia nista dan berlumur dosa. Duh Gusti ….

Tes! Tes! Tes!
Air mataku luruh tidak terbendung, jatuh membasahi bait-bait firman-Nya, melebar buyar dalam kertas muskhaf, membentuk pulau-pulau kecil tak bernama, pulau-pulau kehidupanku yang terserak di mana-mana. Di tanah kelahiranku, di sepanjang jalan, di tempat-tempat pemondokan, di pabrik-pabrik, di kantor-kantor, di hotel-hotel, menelusur, berjalan pelahan, bergesa, berlari, lalu terseok-seok… jatuh luruh di hadapan Sang Pencipta, bersujud memohon ampun dengan isak pedih yang sulit kuhentikan. Duh Gusti ….

Klung ! bunyi pesan masuk di akun facebookku yang sudah online “pagi mom” Dinda Prameswari menyapa pertama “pagi sayang” kujawab seperti biasa “lagi ape mom?” dia kepo seperti biasa, aku jawab “aku baru selesai membaca Novel Allah." Jawaban meluncur begitu saja, yang aku tidak tahu dari mana asalnya, dan mengejutkan diriku sendiri. Bukankah aku baru saja menangis mengutuki diri, dengan sejuta rasa salah dan dosa kepada Nya, tetapi kenapa otak gilaku selalu kambuh tak terkendali, menyebut Al-Quran dengan Novel Allah ? aku gamang, antara dosa dan kegilaan biasa, di manakah aku ? orang gilakah atau pendosakah? Duh Gusti ….

Sudah lama sesungguhnya aku berpikir, bahwa Al-Quran sebagai sebuah Maha Karya Aksara yang luar biasa. Salinan Firman Allah yang dituliskan oleh manusia mulya yang terpelihara; Syaidina Ustman Rodiallahu Anhu, sahabat kekasih Rosul Muhammad Solallahu Allaihi Wassalam. Maha Karya Aksara yang dijadikan pedoman hidup penuntun umat manusia untuk menuju kehidupan yang benar dalam meraih kehidupan terbaik, termulya, penuh makna, bermartabat dan bermanfaat di dunia sampai akhirat. 

Penyebutan gilaku atas Al-Quran sebagi novel, sesungguhnya hanya upaya memotivasi diri agar aku mau membaca dan mempelajarinya dengan suka rela, dengan senang hati, berjam-jam tafakur membaca dan memaknainya untuk bisa memberi arti dan mewarnai hidup dengan lebih beradab. Seperti tersihir dan terhipnotisnya aku ketika membaca puisinya Dani Satata dan Dinda Prameswari, yang sama sekali tidak sekufu dengan Al-Quran. Atau terhanyutnya aku ketika membaca novel Antony Queen yang bercerita tentang detektif hebat, kemudian membuat aku seolah-olah jadi detektif hebat juga. Dan novel itu pun tidak akan pernah sederajat dengan Al-Quran.

Hmmm ... andaikan saja Dani Satata dan Dinda Prameswari menemukan cara untuk menggubah karya sastra yang lebih membakar, yang dapat mengejawantahkan bait-bait firman-Nya menjadi bahasa keseharian, memperkenalkan sentakan malalaikat pencabut nyawa sebagai sesuatu yang nyata dalam pikiran semesta, memperdengarkan jeritan kesakitan para pesakitan neraka jahanam, begitu dekat dengan telinga, kepala dan mata hati penggumam aksara. Menjerat para penjahat social, penjahat kemanusiaan, perampok harta rakyat, penjahat kelamin, pezina dan pemerkosa dalam gumaman mengerikan pemakna aksara. Andai saja itu semua bisa membangunkan semesta dari mimpi buruk kejahatan durjana, kenapa tidak ?

Melolong dengan keluh kesah atau hujatan sangatlah melahkan, toh tidak akan bisa membuat para durjana menghentikan ulahnya. Tetapi jika susunan balok-balok aksara, jadi pembakar kesadaran sekaligus penyejuk kemarahan, bukankah engkau para penggiat aksara, para pecinta Sastra Indonesia adalah penjaga hati semesta yang digjaya ?


Tangerang, 26 Desember 2014 08.30 ibt

Dinding Senja.

by: Dinda Prameswari Dins

Selalu katamu, adalah tentang senja
usia yang menua, masa yang beranjak pergi
dan menunggu di ujung kematian
yang selalu kau tanyakan
"kapankah masa itu tiba?"

Lah ...! Kenapa kau pikirkan masa itu
sementara kelebat kelabu baru menapaki pangkal rambutmu,
dan celoteh gilamu masih juga membahana
tetap menyiratkan wibawa dan kecerdasan,
kedalaman hati dan pantauan seluas angkasa?


Dan aku baru saja menemuimu
dalam ruang remang dan bilik kecil
seakan mengulitiku tanpa malu-malu
menelanjangi tanpa memperkosa
dan memberiku rasa nyaman nan bijak
berhawa kegilaan yang tak terbendung.


Maka seperti jua kuukir cinta pada dinding kekasihku
bagiku kau adalah dinding senja
yang memiliki rongga dan ceruk ...
tikungan dan tonjolan
untuk masih bisa kutulis dan kupahat
meski sekenanya.


Lalu di ujung bawah
di sudut terendah ...
kusematkan bintang rajutan hatiku
agar menjelang tidur
masih menyapamu dengan kerlip nakalnya.
Mencintaimu.

--------
Dear : Mom Lilis M. Usman, Jogja 26 Desember 2014

Desiran Hujan Pagi


Pagi ini kau datang mengendap-endap melewati celah kecil di dinding ruang remang-remangku. Kau baringkan diri di atas kasur, kita rebah berhadap-hadapan, saling memandang tanpa berkata-kata

Kecipak air hujan pagi-pagi meluruhkan hati dalam kedinginan, mata beningmu menatap lekat menembusi kornea mataku. Duh! Gemetar seluruh jiwaku diterpa rasa, berdesir-desir membuat riak, gelombang dan lalu badai menerjang nalar dan logika.

Aku tenggelam dalam genangan, semakin terperosok masuk ke dalam bening tatapan matamu, Bening ....


Tangerang, 28 Desember 2014. 08.40
Lamaaaaaaa sekali
Aku tidak posting di "BLOG" entah kenapa akhir-akhir ini pikiranku menjadi tidak produktif. Seperti kejenuhan otak sedang melanda seluruh kemampuanku untuk berinteraksi dengan semua masalah di luar diriku sendiri. Ini bukan egoist aku rasa, melainkan situasi yang harus aku terima dengan lapang hati.

Sejatinya hanya kitalah yang faham tentang diri kita sendiri. Berharap-harap kepada orang lain bukan tidak diperbolehkan, tetapi hal itu seringkali bisa mengecewakan. Berharaplah kepada Tuhan saja, karena Dia lah pemilik segalanya. Meskipun untuk mendapatkan karuniaNya kita perlu melewati segala ujian Nya dengan sabar dan ikhlas

Saat ini aku pkir aku sedang diuji Nya, jadi kuputuskan untuk menjalaninya dengan tenang dan bersabar, apapun keadaannya.

Tangerang, 8122014

Mengakhiri tahun 2014

TEMPAT PENITIPAN ANAK BAGIAN ISU BURUH PEREMPUAN UNTUK DIPERJUANGKAN



 Ditulis oleh : Izzah Inzamliyah

Beberapa waktu lalu pasca kecelakaan anjloknya KA Malabar aku membaca bahwa salah seorang korban adalah seorang ibu Sabtu Minggu, artinya seorang ibu yang hanya bertemu dengan anaknya di hari Sabtu Minggu karena di hari kerja dia harus bekerja.


Lalu hari ini aku membaca status facebook seorang kawan yang merindukan jagoan-jagoannya yang terpaksa harus dititipkan di kampung halaman karena satu dan lain hal. Dan aku merasakan betul betapa pedihnya hati kawanku itu. Betapa rindu-nya dia terhadap anak-anaknya. Ya, menjadi seorang ibu membuatku paham bagaimana rasanya tak bisa melihat buah hati kita setiap hari. Bagaimana sedihnya tak bisa melihat setiap milestone pertumbuhan mereka. Tengkurap pertama. Langkah pertama. Kata pertama. Makanan kesukaan. Kecerdasan demi kecerdasan yang terbangun seiring bertambahnya usia. Dan masih banyak lagi yang ingin selalu direkam oleh para orang tua itu. Mungkin hal-hal itu nampak hanya seperti hal remeh buat sebagian orang. Tapi bagi seorang ibu dan ayah, semua itu adalah pencapaian yang luar biasa. Mengalahkan rasa mendapatkan hadiah berjuta-juta. Jadi aku bisa membayangkan bahwa situasi ini pasti bukanlah situasi yang diinginkan oleh para ibu yang harus terpisah dengan buah hatinya tersebut.


Hari ini aku mencoba melemparkan pertanyaan di facebook dan twitter-ku. Menanyakan apa pendapat orang soal orang tua yang menitipkan anaknya di kampung halaman. So far dalam waktu 15 menit hanya ada satu komentar dari seorang teman. Dia berkata “ya sebenarnya kasihan dua-duanya sih, tapi mungkin karena faktor ekonomi jadi terpaksa deh dititipkan”. Lalu kutanya lagi “menurutmu orang tuanya salah nggak?” dan jawabannya adalah “Yah salah, ntar giliran anaknya gak kenal sama orang tuanya, (mereka) sedih”. Terdengar akrab ya pendapat semacam itu. Bahwa semua ini adalah terpaksa karena adanya faktor ekonomi tapi tetap saja, itu adalah kesalahan orang tua.

Anda setuju dengan pendapat kawan saya itu? Saya tidak. Kenapa? Karena memang mereka tak punya pilihan. Buat perempuan yang suka bekerja dan memang ingin bekerja untuk mendapatkan pendapatan atau sekadar eksistensi, maka tidak bekerja bukanlah pilihan. Karena mereka suka melakukannya. Titik. Tak ada lagi opsi lain. Memaksa mereka untuk tinggal di rumah akan membuat mereka merasa tak lengkap. Eh tapi mungkin ini saya deh, gak berlaku untuk semua perempuan bekerja di luar sana hehe. Masalahnya adalah masyarakat terkesan tak adil dalam hal ini. Mengapa yang dipaksa untuk memilih bekerja atau tidak bekerja hanya perempuan saja. Mengapa laki-laki tidak dihadapkan pada dilema yang sama. Mengapa tidak diserahkan saja pemilihan siapa yang bekerja atau tidak bekerja di lingkup keluarga mereka saja tanpa kita sebagai orang luar mencoba menghakimi.


Ok, saya tahu menuliskan ini akan memicu perasaan sentimentil saya dan segala hal yang mungkin terbaca sangat subyektif, tapi sesungguhnya saya hanya ingin agar kita bisa melihat sebuah hal dengan semestinya. Jadi mari kembali kepada isu soal anak yang terpaksa harus dititipkan di kampung halaman para ibu atau bapak ini.


Dari pengamatan sederhana saya rata-rata alasan para orang tua menitipkan anak adalah karena:

  1. Biaya mbak-mbak pengasuh anak sangat mahal di kota besar. Orang tua bergaji upah minimum takkan sanggup membayar jasa pengasuh ini.
  2. Beberapa puluh tahun lalu ada solusi yang bisa diambil dengan menitipkan ke tetangga, namun tahun-tahun belakangan ini makin sulit juga melakukan hal itu karena para tetangga juga tak mau mendapatkan penghasilan sebesar 500-700 rb sebulan dan harus mengurus anak sejak pagi hingga malam. 
  3.  Katakanlah karena lemburan yang tak berkesudahan para orang tua itu mampu menggaji lumayan, ternyata inipun masih terkendala bahwa sekarang ini tak banyak orang yang mau bekerja menjadi pengasuh anak. Jadi makin sulit mencari mbak pengasuh full time. 
  4. Sementara tempat penitipan anak yang lokasinya terjangkau mayoritas para orang tua itu hampir tak ada. 
  5.  Alasan lain adalah biaya hidup dan biaya sekolah di kota-kota padat industri mahal sementara di kampung halaman relatif lebih terjangkau.
Jadi memang sekali lagi ini isu ekonomi. Persoalan anak ini juga merupakan isu ekonomi. Dan berarti ini juga persoalan politik. Persoalan kebijakan. Coba bayangkan jika ada ketentuan yang mengatur bahwa dalam satu RT diwajibkan ada minimal satu tempat penitipan anak yang dikelola oleh pemerintah dan komunitas. Sistem pembiayaan tanggung renteng. Orang tua tetap wajib membayar. Tapi pemerintah juga mensubsidi. Pengelola dan pengasuh dilatih dengan baik. Mereka juga disupervisi dengan ketat.

Seorang teman di Tangerang mencoba mengambil inisiatif ini. Dia mengorganisir ibu-ibu untuk menjadi pengasuh di TPA yang ia dirikan dengan mandiri. Dan sebagian besar anak-anak itu adalah anak buruh pabrik di lingkungan sekitarnya. Keuntungan untuk para ibu itu adalah mereka bisa bekerja dengan tenang. Sehingga mereka bisa produktif. Tapi mereka juga tetap bisa bertemu buah hati mereka setiap hari selepas kerja. Tak perlu menunggu libur panjang. Tak perlu menunggu Sabtu-Minggu. Anak senang. Orang tua juga tenang.

Menurutku ini area yang juga harus menjadi fokus para aktivis serikat buruh. Advokasi upah yang adil penting sekali, namun advokasi kebijakan untuk isu selain upah juga harus terus dilakukan secara simultan. Advokasi untuk memastikan hak anak dan hak orang tua terpenuhi juga menurutku penting sekali.

Entah kapan ini akan bisa terjadi, tapi kalau kita tidak mulai mewacanakan mungkin hal ini takkan pernah terwujud.

PENGABDIAN ABU-ABU



Sebuah catatan harian, dari sepenggal perjalanan hidup ku, suatu ketika.

Bisnis melulu! begitu komentar singkat ku, ketika aku bolak-balik gagal, menghubungi seorang sekretaris daerah, untuk pekerjaan serikat yang seharusnya menjadi tanggung jawab sang sekretaris. Tapi alangkah tercengangnya ketika menerima respon dari mereka. Serikat kan bukan tempat mencari uang mbak, kalau gak bisnis kita gak makan dong!


Hah?! Sudah sejauh itukah mereka menggunakan baju serikat, untuk pakean seragam bisnis. Sadarkah apa artinya pernyataan itu? Sadarkah apa yang dilakukannya, bahwa mereka sudah salah menggunakan pakean seragam. Karena salah menggunakan kostum, ribuan orang tidak berdosa bisa dikorbankan. Terpikirlah itu oleh kalian, kawan?!


Neng tolong bapak, buatkan surat dispensasi untuk ke pabrik ya, bilang aja ada rapat organisasi di Bandung. Dua hari mendatang bapak ada urusan bisnis di Bandung, selama tiga hari. “Boleh pak, tapi jangan lupa oleh-oleh ya, staf secretariat menjawab”  Tenang neng, kamu minta dibelikan apa? Pokoknya oleh-oleh nomor satu untuk kamu. Jangan lupa juga keluarkan uang dinasnya ya dari kas harian, untuk dinas tiga hari, untuk penginapan dan uang saku. “Beres pak!” Si neng menjawab dengan sigap dan cekatan.


Kriiiiing! Kriiiing! Kriiiing! Maaf nomor telephon yang anda panggil tidak ada yang mengangkat, karena secretariat kosong. Haduh! Bagaimana sih, apa saja kerjaan pengurus selama ini. Udah dibayar gaji, pulsa, makan, jalan-jalan. Semuanya dari iuran anggota. Giliran kita perlu, telephon gak ada yang ngangkat, secretariat kosong melompong. Pendidikan sudah tinggal satu hari lagi, suratnya belum dikirim, dikiranya kita bekerja di pabrik nenek moyangnya kali ya? Bisa pergi begitu saja, gak sopan pisan! Begitu ketua basis ngomel gak habis-habis.


Ternyata, ketika pak ketua dan sekretaris pergi berbisnis, si neng yang jadi staf secretariat juga pergi dengan bisnisnya sendiri. Main-main, bersenang-senang, jalan-jalan di mall, nobar sama konco-konco sehati dan sepikiran. Si neng pikir, tidak apa-apa lah, kan saya sudah memberikan legitimasi terhadap kebohongan yang dilakukan ketua dan sekretaris, kalau saya diapa-apakan anggota, pasti dibela lah. Kartu “trup” ketua dan sekretaris ada di tangan saya, hahahahahaha. Demikian “Lingkaran Setan” kecil-kecilan, mulai dibangun.


Bisnis peribadi, dengan menggunakan kostum organisasi, sama saja artinya mencari kekayaan dari organisasi. Bisnis peribadi, dengan menggunakan waktu, yang seharusnya digunakan untuk melayani anggota, sama dengan mencari kekayaan dari organisasi. Melakukan perjalanan bisnis peribadi, dengan menggunakan fasilitas dari iuran anggota, sama artinya mencari keuntungan dari organisasi. Jadi pernyataan, bahwa organisasi bukan tempat mencari uang dan kekayaan itu menjadi terbantahkan, bukan? Yang lebih celaka lagi, dengan jabatan ketua dalam organisasi, menyepakati kebijakan yang berlawanan dengan kepentingan anggota. Hanya untuk sejumlah bayaran, untuk sejumlah kesenangan, yang dinikmati secara peribadi.


Jangan heran, kalau event-event pergantian pengurus, tidak pernah menjadi ajang silaturrahmi, sebuah demokrasi selayaknya dilakukan dengan suka rela, dengan kesadaran untuk membangun, sebuah kepentingan besar, dalam perjuangan bersama. Tidak ada “Black Campaigne” tidak ada saling “Hasut” dan “Menjelek-jelekan” orang-orang yang “Sudah Jelek” sekali hahahahaha.


Idiologi perjuangan, diam-diam diselingkuhkan dengan kepentingan-kepentingan kekuasaan peribadi. hasilnya hegemoni kekuasaan, menjadi anak haram yang mencemari perjuangan, anggota yang sudah merelakan harta dan tenaganya, disia-siakan, dinistakan, dalam peruntungan nasib masa depan, dirinya dan keluarganya.

Ini adalah praktek “Kejahatan Bertopeng Pengabdian” atau “ PENGABDIAN ABU-ABU” Jika sudah menjadi labirin, maka semuanya akan masuk ke dalam pusara kematian, tanpa kehilangan nyawa. Kita hanya akan bertemu dengan robot-robot syahwat, berperut buncit, mukanya berminyak. Yang bicaranya dibagus-baguskan, tetapi pekerjaannya menjerumuskan. Audzubillahimindzalik, jika tidak mau berhenti juga, Allah pasti akan memberhentikan langkahnya #tungguwaktu.


Jakarta,  September 2013



Move-ON Jangan O-ON

Perubahan (Move-ON), kalimat yang sering digembar-gemborkan dengan lantang, mudah, murah plus dengan gaya keminter. Tapi kita selalu bingung ketika ditanya, apa yang ingin dirubah? perubahan seperti apa yang akan dilakukan? jawabnya "ya yang penting berubah, gak kaya sekarang ini". Sekarang ini kaya apa memang? lagi-lagi pasti kita bingung dan tidak punya diskripsi yang jelas tentang hari ini "pokoknya sekarang ini kacau, pemimpinnya gak bener, harus diganti" biasanya kita mencercau, kaya orang ngelindur, hahahahahaha

Untuk melakukan sebuah perubahan, pastikan kita memiliki peta kondisi yang ada saat ini, secara riel dan objektif (mengakui plusnya, selain sejuta minusnya). Yang kedua pastikan, kita memiliki visi (impian/cita-cita) yang realistis, untuk menggantikan kondisi yang ada saat ini. Visi ini harus nyata (realistis), bisa diukur dengan waktu yang tersedia, dengan sumber daya yang ada dan dengan sumber dana yang kita punya.

Contoh Visi yang gak jelas "Ingin mensejahterakan seluruh buruh Indonesia" apa bentuk kesejahteraannya, buruh yang mana saja yang mau disejahterakan, kapan itu kesejahteraan akan dicapai dan dirasakan buruh? Visi ini hanya enak didengar, tapi gak jelas wujudnya, gak kebayang  gimana cara mengusahakannya.

Kalau Visi nya sudah pasti dan jelas, selanjutnya tentukan kegiatan-kegiatan apa saja yang akan dilakukan (Acti-ON) untuk mewujudkan visi tersebut. Apa saja kegiatannya, bagaimana tahapan-tahapan melakukannya, dimana akan dilakukannya, dari kapan sampai kapan akan dilakukannya.

Tahapan kegiatan-kegiatan (Acti-ON) sudah jelas, pastikan bahwa kita memiliki Passi-ON (bakat, minat dan keahlian) yang memadai untuk melakukan seluruh kegiatan dalam upaya mewujudkan visi kita. Untuk itu kita perlu melakukan Collaborati-ON dengan sumber daya dan sumber dana yang bersedia melakukan seluruh rangkaian kegiatan untuk mewujudkan visi kita tersebut.

Pastikan bahwa semua pihak yang ber-Collaborati-ON dengan kita memiliki pemahaman yang sama terhadap Visi kita, memiliki passi-ON yang dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita/impian kita, bersedia menjadikan visi kita sebagai visi bersama. Jika semua ini bisa dilakukan dengan konsisten sesuai rulenya, semestinya perubahan (Move-ON) yang kita inginkan akan terwujud, sesuai dengan waktu yang kita tentukan.

Ingat! bicara Perubahan (Move-ON) kita harus memiliki: Visi-ON, Acti-ON, Passi-ON dan Collaborati-ON 
 
"Salam Perubahan, Menuju Buruh Indonesia Lebih Baik"
Penting bagi yang pengen banget ‪#‎JADIPEMIMPIN‬
 
Tangerang, 30 Maret 2014

BINATANG ANEH "HARGA DIRI"

Dulu aku sering ngomong kepada kawan ku, bahwa menghadapi persoalan hidup itu harus punya sikap yang kuat, teguh dalam memegang prinsip, karena dengan cara itu kita memiliki harga diri. Terus aku sering diselorohi kawan-kawan ku juga, berapa sih harganya dirimu? hahahaha, iya juga ya

Harga diri itu apa ya maknanya bagi seseorang? sama kah untuk setiap orang? orang sering marah besar karena merasa tidak dihargai oleh orang lain. Bahkan soal harga diri ini tidak jarang menyebabkan orang bunuh-bunuhan. Lalu kalau ada orang yang membunuh karena persoalan harga diri, masihkah dirinya berharga, setelah melakukan pembunuhan yang katanya terpaksa dilakukan karena membela harga diri?

Menyangkut harga diri juga katanya, kalau dikritik atau diberi masukan oleh bawahan atau rakyat langsung menerima. Harusnya menolak, kalau perlu marah, kan kita pemimpinnya, kita yang punya kuasa. Kenapa bawahan yang harus mengatur hidup kita? konon katanya sikap itu juga perlu diperlihatkan untuk menjaga wibawa dan harga diri pimpinan, hehehehe.

Ada orang yang merasa kaya banget, lalu dia menolak untuk bergaul dengan orang-orang biasa (biasa miskin), itu juga karena alasan harga diri katanya. Ada juga orang-orang yang merasa pinter banget, menolak bergaul dengan orang-orang biasa (biasa dianggap bodoh), itu juga demi harga diri, hihihihi.

Binatang harga diri ini memang aneh, sering membuat manusia bertindak dan berperilaku, yang tidak patut dihargai. Untuk menjadi kaya banget, bertindak maling (korupsi). Untuk kelihatan paling pintar, membodohi sesamanya. Bukankah harga diri itu nampak menjadi aneh?

Aneh memang, kita itu sering membicarakan sesuatu yang kita sendiri tidak faham maknanya. Lebih aneh lagi kita juga sering membela sesuatu atau seseorang yang tidak kita fahami keberadaan manfaatnya untuk kita.

Aneh, tiba-tiba saya ingin menulis tentang binatang aneh "Harga Diri"

Tangerang, 22 Pebruari 2014



MENIKMATI HARI-HARI, TANPA BEBAN

Satu bulan sudah berlalu, dari sejak aku dipensiunkan oleh sistem rekrutment kepemimpinan dalam organisasi, dimana selama 19 tahun aku mengabdikan diri pada perjuangan "Gerakan Serikat Buruh".

Minggu pertama aku nikmati sebagai waktu-waktu untuk istirahat, mengistirahatkan saraf dari kepenatan berfikir keras, yang aku lakoni selama itu, tanpa henti tanpa pernah berpaling kelain hati hehehe.

Minggu kedua, aku mulai menata ulang struktur logika ku, memetakan rencana-rencana kegiatan yang akan aku jalani pada hari-hari berikutnya. Aku akan memasuki komunitas yang berbeda, yang selama satu tahun sudah aku ikuti secara sambil lalu. Langkah pertama yang aku lakukan mengikuti STIFIn WSLP, di Jl. Swadaya II Pasar Minggu Jakarta Selatan, selama 3 hari. Untuk mendapatkan lisensi promotor resmi dari penemu STIFIn. Bahwa setelah ini, dengan predikat lulus dan bersertifikat aku bisa menjadi promotor resmi STIFIn, terutama untuk wilayah Banten. Karena aku sendiri masuk Tim Kerja Rumah Stifin Banten (RSB). 

Situasi ku saat ini sama persis seperti ketika aku baru pertama kali jadi Tim Kerja DPP SPN (dh/FSPTSK) pada tahun 1999. Statusnya berjuang menumbuhkan, mengembangkan dan membesarkan organisasi.  

Seiring dengan itu, dalam perjalanan kali ini aku juga bertemu dengan komunitas bisnis V-Pay-jasa transaksi kebutuhan primer masyarakat, diantaranya penjualan pulsa telphon celuller, pembayaran tagihan listrik, tagihan air, tagihan telphon kabel, bahkan sampai tagihan PBB dan KPR BTN. 
 
Yang membuat aku tertarik dari bisnis ini karena kepraktisannya. Bisnis dengan investasi hanya RP 275.000,- dijalankan dengan alat kerja telphon celuller saja. Tidak butuh ruangan kerja khusus (toko) dan juga waktu secara khusus berjam-jam di suatu tempat. Bisnis bisa dilakukan di mana saja, sambil apa saja, bahkan sambil istirahat atau tidur-tiduran bisa menjalankan bisnis. Menjanjikan penghasilan cukup besar, jika menjalankannya dengan tekun dan serius hehehehe "tentu saja atuh"

Hal menarik lainnya dari bisnis ini, dikendalikan langsung oleh seorang Ustadz Yusuf Mansyur (UYM), memang kedengarannya agak naif gitu ya hehehe, tetapi faktanya aku emang menjadi jatuh yakin, karena label UYM itu, serius! 

Visi UYM dalam menjalankan bisnis ini "Membeli Indonesia Kembali dengan Indonesia Berjamaah". Sebagai bagian anak bangsa UYM sadar betul, bahwa hampir seluruh BUMN dan per-Bankan Indonesia sudah dimiliki bangsa asing, apalagi yang kita punyai? sudah hampir ludes, tergadaikan .................

Bisnis ini bisnis uang recehan. Bagaimana menghimpun biaya administrasi yang selama ini dikeluarkan oleh masyarakat dalam semua transaksinya-dari pembayaran tagihan listrik, telphon, pembelian pulsa, beli tiket KA, pesawat, tagihan kartu kredit, e-banking dsb, menurut menteri BUMN jumlahnya tidak kurang dari 32T/bulan dan semuanya dinikmati oleh para provider, bank dan lain-lainnya, yang nota bene semuanya milik orang asing. Keprihatinan menteri BUMN atas kondisi ini ditangkap UYM sebagai peluang bisnis, sekaligus cara mengembalikan uang recehan itu kepada masyarakat yang melakukan transaksi, dalam bentuk cashback.

Bisnis ini bernama VSI, yang sistemnya dijual bebas kepada masyarakat umum dengan harga hanya Rp 275.000,-. Dengan menanam modal tersebut kita akan mendapatkan ID yang merupakan lisensi, di mana kita punya hak untuk menjadi bagian dari bisnis dan mengoperasikannya di seluruh wilayah Indonesia. Bisnis ini bisa kita miliki seumur hidup, dan dapat diwariskan kepada keluarga. 

Alhamdulillah, terus terang aku merasa bersyukur bertemu dengan komunitas bisnis ini. Bisnis kaum duafa, yang bisa dijalankan oleh siapa saja, dari kalangan mana saja. Tidak membedakan status sosial, ekonomi dan politik, semuanya bisa dan boleh, Indonesia Berjamaah.

VSI bergerak dalam: Bidang Jasa Transaksi, Mempermudah Pemenuhan Kebutuhan Primer Sendiri (Litrik dan Pulsa) dan Membangun Jaringan Bisnis.

Memindahkan transaksi V-Pay anda ke VSI, selain akan menerima cashback, sama juga dengan ikut berjamaah untuk mengembalikan kedaulatan ekonomi kepada rakyat Indonesia. Kita bisa berbagi, bersedekah, berdakwah secara berjamaah. 

VSI merupakan langkah kecil untuk mengambil Indonesia kembali dari tangan bangsa asing, dengan berjamaah mengumpulkan uang recehan, yang akumulasi jamaahnya, minimal 10juta orang. Semoga Allah meridhoi niat mulia setiap anggota jamaah VSI, Insya Allah, Aamiin. 
Wallahu'alam Bissowab.

Untuk yang ingin mengetahui VSI secara lengkap, silahkan mengunjungi situs resminya di: www.klikvsi.com. Di dalam situs juga ada agenda sosialisasi, sehingga kawan-kawan bisa mendengarkan secara live, di tempat-tempat yang dekat dengan tempat tinggal kawan-kawan. 

Selamat bergabung! Tetap semangat! #SalamSuksesMulia

Tangerang, 18 Pebruari 2014


DOA YANG SAMA, DOA YANG NYATA

Ini tentang menit-menit terakhirku, di masa akhir kepemimpinanku pada salah satu serikat pekerja di Indonesia

H-1 menjelang kongres aku menulis status dalam akun facebookku, dalam sebentuk doa "Bismillahirrohmannirrohiim, hanya dengan nama Mu Yang Maha Pengasih Maha Penyayang, kehidupan manusia bisa berjalan dengaan baik dan benar. Memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi sesama adalah kehendak Mu ya Rabb, jika hal itu tidak kudapatkan lagi dalam rumah ini, maka inilah kehendak Mu yang terbaik dan terbenar. Hindarkan aku dari seluruh kejadian yang membawa mudharat dan sia-sia, bagi diriku dan bagi sesama. Tidak ada penolong yang lebih baik selain dari Mu ya Robb. Aku pasrahkan seluruh urusan hidup dunia akhiratku, hanya pada Mu, tidak kepada apa pun dan tidak kepada siapa pun. Aamiin, Ya Robbal'alamiin #kongress"

Tanggal 5 Januari 2014 pukul 08.00 pagi aku tiba di Marbella Hotel untuk mengikuti acara Kongres Serikat Pekerja. Setelah bertegur sapa dengan beberapa kawan Jawa Timur yang baru tiba, dan menyapa beberapa panitia yang sedang sarapan, aku langsung masuk ke sebuah kamar untuk numpang mandi. Maklum aku nyubuh dari rumah, gak pake mandi dulu hehehe.

Di kamar aku ngobrol dengan kawan seperguruan; melihat dia menangis, entah karena apa? mestinya dia sebagai orang Thinking extropert (Te) tidak harus secengeng itu. Sambil menghibur aku ngomong asal "silahkan Ci menangis sekarang, daripada nanti ketika terjadi apa-apa denganku kamu menangis, malu kan dilihat orang banyak" masih dengan berurai air mata dia tertawa, sambil menyahut seperti biasanya "iya bu" hehehe, ada-ada aja Ci.

Sedang asik mengobrol abahku telphon, kuterima Assalamu'alaikum abah "Alaikumsallam" jawab abah "udah sampe Anyer?" tanya abahku, udah bah, jawabku. "Kamu tetep maju jadi calon ketua umum di kongres itu?" Insya Allah bah, saya tetep maju untuk menghormati perjuangan kawan-kawan perempuan saya, "ya udah doanya gini aja, jika menjadi ketua itu bakal mendatangkan kemaslahatan dan manfaat bagi kehidupan kamu, keluarga dan masyarakat buruh, maka jadilah kamu, tetapi jika itu tidak membawa kemaslahatan apapun dan bagi siapapun, maka kamu akan dijauhkan dari urusan itu" Aamiin jawabku, mengamini do'a abahku.

Acara demi acara aku ikuti, hingga akhirnya pemilihan Ketua Umum dilakukan. Pendukung aku istiqomah, persis sebanyak yang mencalonkanku; cukup enam orang saja, karena aku juga istiqomah setia kepada jumlah pendukungku, tidak kampanye, tidak membujuk siapapun, apa lagi menyuap siapapun untuk memilihku, bhahahahahaha *ke-pedean

Aku merasa harus melakukan uji coba kepada buruh perempuan yang menjadi delegasi kongres, apakah mereka punya keberanian untuk independent, memilih pemimpin perempuan sebagai strategi penting untuk memajukan dan memperjuangkan hak-hak mereka sendiri ? atau sudah cukup dengan menjadi pengikut, yang jinak dan manis saja, dari kehendak kaum yang lainnya ?

Nyatanya doa abahkusama persis dengan status facebookku yang aku tulis subuh-subuh. Dan kenyataannya sama dengan keputusan hari itu, bahwa namaku tidak ada lagi dalam jajaran kabinet kepemimpinan baru hasil kongres, untuk 5 tahun ke depan. Sahabat-sahabat seperguruanku dan beberapa perempuan nangis bombay rame-rame. Bahkan hingga tulisan ini aku buat, cerita ketakjuban kawan-kawanku dari Jawa Tengah dan beberapa daerah lain, tentang kenapa aku tidak masuk dalam kabinet kepemimpinan lagi masih rame diperbincangkan. Alhamdulillah, terima kasih ya Robb aku tidak kehilangan cinta sahabat-sahabatku, meskipun begitu banyaknya kehilafan kuperbuat kepada mereka selama 5 tahun terakhir ada di tengah-tengah mereka.

Sahabatku, kemenangan itu bukan hanya tahta dan mahkota. Kemenangan itu bisa juga kekalahan meraih suara, tetapi kita terhindar dari hari-hari yang masih rahasia, yang bisa jadi lebih baik aku hindari dari sejak hari ini. Kemenangan bagiku, bisa jadi ketakjuban kalian tentang ketidakhadiranku, di rumah kita, dan kecintaan serta doa yang tidak kalian putuskan kepadaku. 

Sahabatku, lihatlah Sang Khaliq begitu banyak merahasiakan Hikmah dari mata kepala kita, tetapi Dia menerangkannya kepada mata bathin kita. Maka jangan menghindari Nya, mari kita gunakan mata bathin kita untuk melihat keagungan Nya, agar kita tidak lupa diri.

Sahabatku terima kasih selama 15 tahun sudah mendukung aku dalam menjalankan tugas, hingga aku menjadi kuat berada di tengah-tengah kalian. Hidupku terasa bermakna memiliki sahabat-sahabat seperti kalian, karena dalam setiap pertemuan kita, dalam setiap percakapan kita, kalian selalu memberikan pencerahan kepadaku, tentang makna kehidupan. Betapa berharganya waktu-waktu yang aku lewati bersama kalian.

Sahabatku, kita songsong masa depan yang lebih baik dengan optimis dan penuh semangat. Tidak akan ada perubahan, jika kita tidak melakukannya sendiri. Berjuanglah terus, jangan pernah lelah! Aku tetap bersama dalam gelora semangat kalian. Jauh di lubuk sanubari, kusimpan seluruh rasa cinta dan persahabatan kita yang kita bangun selama ini.

Jadilah perempuan-perempuan tangguh yang mandiri dan tidak kenal menyerah! 

Salam pembebasan!!

Tangerang, 8 Januari 2014

"untuk semua sahabat muda, perempuan-perempuan SPN se-Indonesia"