TAKUT KEPADA DIRI SENDIRI



Pagi ini aku berniat banget tidak akan tidur ba’da subuh, karena ingin tiba di kantor lebih pagi. Agar ketika memutuskan untuk pulang siang-siang lagi, menjadi tidak jengah sendiri, merasa tidak culun, merasa tidak bersalah, merasa tidak dipentelengi mata-mata pekerja lain. Mereka yang bertahan dari lapar dan dahaga, dan tetap ada di tempat-tempat kerjanya sampai usai waktu kerja, mungkin pukul 15.00, pukul 16.00, pukul 17.00, bahkan ada yang sampai berbuka puasa di tempat kerja.

Alasanku yang kedua, agar tidak terjebak macet di jalan. Biasanya kalau berangkat pagi-pagi, jalan Tangerang – Jakarta tidak begitu macet, jadi aku bisa lebih nyaman berangkat kerja. Kesibukan yang sering aku lakukan selama dalam perjalanan, memeriksa e-mail, twitter dan facebook, kadang-kadang chating di YM (bukan nama ustadz ya hehehe). Dan selebihnya membaca buku, menurutku membaca buku di perjalanan itu sangat mengasyikan. Bisa mengusir capek atau bosan ketika macet, bisa mensugesti diri, perjalanan terasa lebih cepat sampai tujuan.  Bahkan saking asyiknya aku sering kebablasan melewati tempat pemberhentian bis, di mana seharusnya aku turun hehehehehe (mengalami lebih dari 3 kali)

Dalam perjalanan pagi ini, kira-kira 2 km perjalanan dari halte tempat aku naik bis, secara tiba-tiba saja aku ingin masuk YM ku, siapa tau saja pagi ini ada teman yang asyik untuk diajak chating, dan sedang online tentunya. Chating ku biasanya hanya sekedar menanyakan kabar, saling ngledek, dan diskusi ringan sebagai penyemangat pagi gitu deh hehehe. Ups! Nih ada satu kawan online, meski kawan ini tinggalnya ribuan kilometer di bagian timur wilayah jawa, tapi melalui YM aku bisa melihat fotonya, lengkap dengan senyum manisnya. Tidak menunggu lama kutegur dia dengan ucapan hangat selamat pagi

Aku: “sugeng enjing pak HRD ? dengan diselipi senyum” sapa candaku padanya

Temanku: “sugeng enjing juga mbak, gimana punya kabar?”

Aku: “kabar baik, bagaimana kabar kawan-kawan di bagian timur?”

Temanku: “baik mbak, meski ada gesekan di dalam organisasi sudah menjadi hal yang biasa”

Aku: “bergesekan, sepanjang dengan cara yang sehat tidak apa-apa mas. Karena pasti dinamikanya menuju perubahan yang lebih baik. Tapi kalau gesekannya tidak sehat, dinamikanya pasti menuju kemunduran bukan?” jangan berjalan mundur, entar masuk jurang, karena mata kita letaknya di bagian depan kepala kita bukan?” hehehehe, godaku

Temanku: “bener juga, tapi sebenarnya memang susah mencari pemimpin yang amanah, semua sarat dengan kepentingan, baik kepentingan pribadi maupun golongan……”

Aku: “pasti susah kalau mencari, dan ternyata lebih susah lagi kalau kita menjadikan diri kita pemimpin yang serupa itu. Karena tantangannya ada dalam hati dan kepala kita sendiri. Tapi kita harus memilih menjadikan diri seperti  itu, paling tidak resikonya tidak harus mengorbankan orang lain bukan? disisipi senyum ” Mengkoten sanes pak?

Temanku: “………………………….. hilang tidak merespon lagi, kemana ya? Pada pukul 11.09, ketika aku sudah mulai menulis cerita ini, baru dia sambung lagi “ya mbak terima kasih, mohon maaf tadi di perjalanan”

Aku: “sama-sama mas, aku juga dalam perjalanan. Salam untuk kawan-kawan ya” diberi senyum”

Ini bukan baru pertama kali kualami, teman chating ku akan menghilang, dan diskusi senyap seketika, kalau aku sudah mulai serius mengajak lawan chating untuk membicarakan diri kita sendiri saja, membicarakan tentang harapan dan impian untuk mendapatkan kenyamanan dari diri kita sendiri saja. Membicarakan tentang kekurangan diri kita sendiri saja, sekaligus membicarakan seluruh kelebihan dan potensi luar biasa yang kita miliki saja.  Menurutku membicarakan itu semua menjadi bagian yang paling penting, dalam upaya mewujudkan keinginan-keinginan baik kita, impian-impian masa depan kita. Penting untuk mewujudkan visi kepemimpinan kita 5 tahun, 10 tahun atau berpuluh-puluh tahun kedepan.

Ternyata tidak banyak kawan yang mau diajak serius untuk melakukan refleksi diri. Begitu menakutkannya kah untuk membedah ketidakberesan yang ada dalam diri sendiri? Atau memang lebih menyenangkan menggaruk-garuk koreng orang lain? Lalu apa akan menjadi sembuh koreng kita, dengan cara menggaruk-garuk koreng orang lain? Bukankah itu hal yang tidak akan merubah kita menjadi lebih baik?

Kata orang bijak, kalau kita ingin melakukan perubahan (Move-ON) dalam diri dan kehidupan kita, hal pertama yang harus dilakukan adalah menginventarisir seluruh kekurangan yang kita punya dan seluruh kelebihan atau potensi yang kita punya juga (mapping). Kedua, tentukan apa yang ingin kita ubah atau kita wujudkan 5 tahun kedepan (kerennya Visi-ON)? Keinginan yang jelas, yang realistis, sesuai dengan kebutuhan jamannya.  Itu menjadi bagian penting yang harus diletakan di hadapan kita bukan?  Visi merupakan pedoman atau kompas ke mana arah yang akan kita tuju selama 5 tahun kehidupan kita? Tanpa kompas, kita akan kehilangan arah, akan sering menghadapi ketidakpastian. Kalau sudah begitu kita akan menghadapi berbagai macam konflik dalam diri kita sendiri, bahkan konflik dengan orang lain.

Hal penting ketiga, adalah tindakan  (Acti-ON),  karena seindah apapun impian kita, kalau tidak melakukan tindakan  apa-apa untuk mewujudkannya,  tidak aka nada juga yang berubah menjadi lebih baik, dalam kehidupan kita.  Penting menentukan langkah-langkah atau tindakan-tindakan apa saja, yang harus dilakukan untuk dapat mewujudkan impian (visi) kita. Tidak ada sesuatu impian yang dapat kita raih secara instan, semuanya butuh proses, maka nikmati prosesnya. Tahap demi tahap, rencanakan secara rinci, apa tindakannya, bagaimana cara melakukannya, apa saja yang dibutuhkan untuk melakukan tindakan tersebut?  Pastikan dengan tepat, bahkan tindakan-tindakannya sesuai dengan impian (visi) yang ingin kita capai.

Seorang anak yang memiliki impian menjadi juara renang nasional, tetapi tindakan (action) yang diambilnya latihan sepak bola.  Apakah pada 10 tahun kedepan anak ini benar-benar akan jadi juara renang nasional?  Atau malah jadi juara sepak bola? Atau bahkan dia tidak akan jadi dua-duanya hehehehe. Karena dia sudah berhianat pada cita-citanya sendiri bukan?

Hal penting yang keempat, minat dan bakat apa yang kita miliki untuk mewujudkan impian (visi-ON) kita. Yang bahasa kerennya Passi-ON, bisa diartikan  sebuah perasaan atau emosi terhadap suatu hal yang membuat  seseorang sangat berantusias dalam melakukannya. Ini adalah hal penting yang harus kita miliki dalam mewujudkan impian kita. Perlu memeriksa diri berulang-ulang apakah passi-ON yang kita milki saat ini?  Sudah sesuaikah dengan impian yang ingin kita wujudkan? Kalau tidak sesuai, apa yang harus dilakukan? Kalau ternyata kita tidak memiliki passi-ON, apa pula yang harus kita kerjakan?

Coba luangkan waktu untuk merenung, memeriksa seluruh perkakas hidup yang sudah diberikan Tuhan kepada kita, periksa satu persatu, dengan teliti.  Hups! Sudah ketemu bakat dan minatnya bukan? Asah dia untuk menjadi tajam,  dengan sekolah,  kursus dan berlatih terus menerus. Kamu pasti bisaaaa!!! Teriakan kalimat itu pada diri sendiri “kamu pasti bisaaa!!!!!!”

Hal penting,  kelima collaborati-ON (bekerja sama).  Sudah menjadi fitrah, setiap orang tidak bisa hidup sendiri, kita memiliki saling ketergantungan dengan orang lain, bahkan dengan mahluk lain. Demikian pun dalam mewujudkan impian kita, kita butuh bekerja sama dengan orang lain, bekerja sama yang saling memberi manfaat satu sama lain. Setiap orang bisa berbagi pengalaman, pengetahuan, keahlian, cinta dan kasih sayang satu sama lain. Saling melengkapi dalam mencapai impian masing-masing, sekalipun memiliki impian yang berbeda.

Contohnya, seorang pedagang soto ayam, untuk meningkatkan omset penjualannya, bisa berkolaborasi dengan pedagang ayam, untuk mendapatkan daging ayam pilihan. Dengan pedagang beras, dengan pedagang sayuran, dan lain-lain. Berkolaborasi adalah, bicara kepentingan bersama, bicara keuntungan bersama, bicara manfaat bersama, bukan bicara aku, kamu saja. Tetapi bicara kita semua. Inilah inti daripada kesuksesan dalam meraih impian semua orang.

Nah lengkap bukan mas ?” penting kita membahas ini semua, untuk mewujudkan impian memiliki pemimpin yang “amanah” sekalipun. Membahas diri kita secara terbuka untuk menemukan kekurang, kelebihan dan potensi diri kita. Tidak perlu sungkan-sungkan untuk mengakui kekurangan diri, dan kelebihan orang lain. Kita harus punya keberanian melakukan perlawanan terhadap diri sendiri, yang suka tidak fair, tidak mau mengakui kekurangan diri, tidak bisa menerima dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu. Egoist, arogan, gila kekuasaan, selalu menyalahkan orang lain untuk kegagalan yang kita alami. Lebih suka menuding kekuarang orang lain, untuk menutupi kekurangan diri sendiri.

Mari lakukan sekarang, jangan takut kepada bayangan sendiri, selamatkan diri kita dan kawan kita juga dari ketakutan yang kita pelihara, kita besarkan, dan kita pupuk terus menerus. Hingga menjadi kesombongan yang sulit ditaklukan, walau kita sadar bahwa itu bisa melukai orang lain, bahkan diri kita sendiri.

Inilah pengalaman chating pagi ku, sepanjang perjalanan Tangerang – Jakarta, untuk melakoni sebuah kesetiaan, yang mungkin sangat tidak ada yang membutuhkan. Semoga menjadi pengingat, khususnya bagi diriku sendiri

Selamat berjuang menaklukan diri sendiri kawan! Sukses selalu ………………

BOCAH MISTERIUS RAMADHAN

Tulisan ini dari "Endah" yang sampai hari ini belum aku kenal orangnya, tetapi dia selalu mengirim tulisan kepadaku melalui e-mail. Aku sangat berharap bisa mengenali orangnya setelah salah satu e-mailnya aku muat di "BLOG" ku, atau aku share di facebook. Karena aku yakin tulisan ini berguna juga untuk dibaca kawan-kawan yang lain. Selamat membaca kawan-kawan.

Bocah itu menjadi pembicaraan dikampung Ketapang.  Sudah tiga hari ini ia mondar-mandir keliling kampung
Ia menggoda anak-anak sebayanya, menggoda anak-anak remaja diatasnya, dan bahkan orang-orang tua.  Hal ini bagi orang kampung sungguh menyebalkan.
Yah, bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak coklat menyala.
Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat diplastik es tersebut.

Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa ! Tapi ini justru terjadi ditengah hari pada bulan puasa.   Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar dan haus.  Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yang melihatnya.

Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa, karena kebetulan selama tiga hari semenjak bocah itu ada, matahari dikampung itu lebih terik dari biasanya.
Luqman mendapat laporan dari orang-orang kampung mengenai bocah itu.  Mereka tidak berani melarang bocah kecil itu menyodor-nyodorkan dan memperagakan bagaimana dengan nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan roti isi daging tersebut.
Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan.  Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.

Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu.  Kata orang kampung, belakangan ini, setiap bakda zuhur, anak itu akan muncul secara misterius.
Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan es kelapa dan roti isi daging yang sama juga !

Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi. Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain menelan ludah, tanda ingin meminum es itu juga.
Luqman pun lalu menegurnya.. Cuma, ya itu tadi, bukannya takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar.

“Bismillah......” ucap Luqman dengan kembali mencengkeram lengan bocah itu.
Ia kuatkan mentalnya. Ia berpikir, kalau memang bocah itu bocah jadi-jadian, ia akan korek keterangan apa maksud semua ini.  Kalau memang bocah itu “bocah beneran” pun, ia juga akan cari keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu.

Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman. Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan membawanya ke rumah.  Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang yang melihatnya.

“Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini? Bukankah ini kepunyaan saya?”   tanya bocah itu sesampainya di rumah Luqman, seakan-akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang kelakuannya.
Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.

“Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan puasa,”  jawab Luqman dengan halus,  "apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu itu..”

Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan uneg-unegnya, mengomeli anak itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai.
Ia menatap Luqman lebih tajam lagi. “Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua !  Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya..?!

Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan diluar bulan puasa?

Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami ?

Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis ?

Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal.. ?!

Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus?
Ketika bedug maghrib bertalu, ketika azan maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian…!?”

Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela. Tiba-tiba suara bocah itu berubah.  Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar “sangat” menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba.

“Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang saja.

Dan ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan lah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fitri ?

Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fitri ?

Tuan.., sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula.

Tuan.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan ramadhan ini.

Apa yang telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil seperti kami… !

Tuan.., sadarkah Tuan akan ketidak abadian harta ? Lalu kenapakah kalian masih saja mendekap harta secara berlebih ?

Tuan.., sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang-orang sekeliling Tuan tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat?

Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat..

Tahukah Tuan akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa ?

Tuan..,  jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi.

Tuan…,  jangan merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan ‘tuk setahun,  jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi kelak….”

Wuahh…, entahlah apa yang ada di kepala dan hati Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur deras dari mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan.
Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar adanya !
Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa bocah ini bukanlah bocah sembarangan.
Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan Luqman yang dibuatnya terbengong-bengong.

Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi.
Begitu sadar, Luqman berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian jalan raya kampung Ketapang. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa dilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu.  Di tengah deru nafasnya yang memburu, ia tanya semua orang di ujung jalan, tapi semuanya menggeleng bingung.
Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran didepan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu keluar dari rumah Luqman !

Bocah itu benar-benar misterius !  Dan sekarang ia malah menghilang !
Luqman tidak mau main-main.   Segera ia putar langkah, balik ke rumah. Ia ambil sajadah, sujud dan bersyukur.
Meski peristiwa tadi irrasional, tidak masuk akal, tapi ia mau meyakini bagian yang masuk akal saja.  Bahwa memang betul adanya apa yang dikatakan bocah misterius tadi.
Bocah tadi memberikan pelajaran yang berharga, betapa kita sering melupakan orang yang seharusnya kita ingat... Yaitu mereka yang tidak berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka yang tidak memiliki penghidupan yang layak.
Bocah tadi juga memberikan Luqman pelajaran bahwa seharusnya mereka yang sedang berada diatas, yang sedang mendapatkan karunia Allah, jangan sekali-kali menggoda orang kecil, orang bawah, dengan berjalan membusungkan dada dan mempertontonkan kemewahan yang berlebihan.

Marilah berpikir tentang dampak sosial yang akan terjadi bila kita terus menjejali tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar.
Luqman berterima kasih kepada Allah yang telah memberikannya hikmah yang luar biasa. Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata hatinya.

Sekarang yang ada dipikirannya, entah mau dipercaya orang atau tidak, ia akan mengabarkan kejadian yang dialaminya bersama bocah itu sekaligus menjelaskan hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua orang yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya orang.
Kejadian bersama bocah tadi begitu berharga bagi siapa saja yang menghendaki bercahayanya hati.

Pertemuan itu menjadi pertemuan yang terakhir.
Sejak itu Luqman tidak pernah lagi melihatnya, selama-lamanya.  Luqman rindu kalimat-kalimat pedas dan tudingan-tudingan yang memang betul adanya.
Luqman rindu akan kehadiran anak itu agar ada seseorang yang berani menunjuk hidungnya ketika ia salah.

Subhanallah.... Allahu akbar.

Salam Ramadhan,
Endah

 

 

OTAK GIZI BURUK



Kalau bicara gizi buruk, yang kebayang balita kurus, kulitnya kriput, rambutnya merah, matanya cekung ditambah dengan perut yang agak buncit. Penyebabnya karena kekurangan asupan nutrisi yang sehat-makanan, minuman, tidak memenuhi standard makanan 4 sehat 5 sempurna. Gambaran umum seperti ini identik dengan status sosial masyarakat miskin secara ekonomi dan rendah tingkat pendidikannya. Tapi kalau “OTAK GIZI BURUK” apa bayangan anda?
 
OTAK GIZI BURUK, adalah sebuah judul buku yang ditulis Fauzi Albarra seorang Jurnalis, Mindset Motivator dan NLP Practitioner. Jujur saya membaca buku ini karena penasaran dengan judulnya. Buku ini saya dapatkan dari kawan-kawan Trainer Rumah STIFIn Banten (RSB), ketika kami sama-sama mengisi sebuah pelatihan di Anyer. Itu pun saya tidak langsung baca saat itu, saya membacanya pas memasuki puasa Ramadhan, di saat-saat menikmati perjalanan macet dari Tangerang ke Jakarta-setiap hari saya berangkat dan pulang kerja.
 
Sebetulnya saya baru membacanya sampai halaman #63, tetapi dari halaman #55 – 60 saya sudah mendapatkan separuh gambaran, dari apa yang dimaksud dengan “OTAK GIZI BURUK” dalam buku itu. Dan saya sudah merasa tidak sabar untuk memberitahukannya kepada kawan-kawan yang lain, siapa tahu merasa penasaran dan pengen membaca juga hehehehehe. Terus memesan bukunya pada saya ya hehehe.

Dalam buku ini penulis memberikan tanda-tanda orang yang mengalami “OTAK GIZI BURUK”, diantaranya:
 
Pemalas, orang yang otaknya bergizi buruk cenderung menjadi pemalas. Malas untuk melakukan hal-hal yang positif, seperti: belajar, bekerja bahkan hanya berfikir sekali pun dia malas. Orang seperti ini tidak memiliki gairah untuk meraih keberhasilan yang bermanfaat untuk dirinya, keluarganya dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Pemalas lebih suka mengandalkan dan berharap pada bantuan orang lain. Tidak mandiri dan menjadi bodoh, bahkan punya kecenderungan jadi pecundang.
 
Menghalalkan Segala Cara, otak bergizi buruk berpengaruh pada prilaku pemiliknya. Kita sering menjumpai orang yang gemar berprilaku buruk dan menghalalkan segala cara, untuk mencapai tujuannya, itulah karakter orang pengidap penyakit “OTAK GIZI BURUK”. Gemar mengadu domba, nyontek, mencuri, berjudi, mudah marah, egoist, suka mukul, urakan dan tidak memikirkan masa depannya sendiri.

Gampang Ber-emosi Negatif, Otak Gizi Buruk disebabkan karena otak banyak menerima asupan yang negatif. Biasanya orang ini gampang marah, gampang sedih, gampang galau, gampang takut-pokonya gampangan deh hehehe.
 
Sekarang ayo kita periksa, apakah kita termasuk orang yang memiliki penyakit “OTAK GIZI BURUK” gampang bukan mengenalinya? dengan mengenali tanda-tanda tersebut di atas. Kalau ternyata kita memiliki tanda-tanda seperti yang disebutkan tadi, cepat-cepatlah mengobatinya. Bagaimana caranya? Tidak mudah memang, tapi harus dilakukan. Jangan sampai terlambat, sebelum Malaikat menjemput, seharusnya otak kita sudah bebas dari penyalit “GIZI BURUK” bagaimana caranya?
 
Hentikan mengkonsumsi informasi yang tidak sehat untuk otak, informasi-informasi negatif seharusnya dihindari saja mulai sekarang. Baik yang beredar bebas di media, maupun yang sengaja disampaikan oleh orang-orang yang biasanya gemar berpikir, bertindak dan bicara hal-hal negatif. Yang seringkali tidak ada hubungannya dengan kita sama sekali. Untuk kaum muslimin dan muslimat, gunakan moment Ramadhan untuk mulai melakukan pengobatan diri, dengan menghindari bergunjing yang tidak penting, mengerjakan kegiatan yang sia-sia. Lakukan kebaikan sebanyak-banyaknya pada diri, pada keluarga maupun sesama-meskipun hanya dengan seucap doa saja. Memperbanyak berdzikir, tadarus dan memperbanyak silaturrahmi dengan orang-orang yang dapat memberikan energi positif bagi kita, yang bisa membuat kita menjadi lebih baik, karena bergaul dengannya.
 
Penyakit “OTAK GIZI BURUK” tidak berbanding lurus dengan kemiskinan dan tingkat pendidikan seseorang. Tidak sedikit orang kaya yang mengalami penyakit “OTAK GIZI BURU” tidak sedikit juga orang yang sekolahnya tinggi mengalami penyakit yang sama. Ini adalah soal prilaku, soal sikap hidup-soal konsep diri. Jadi penyakit ini bisa menjangkiti dan menulari siapa saja, yang tidak membentengi dirinya dengan konsep diri yang positif, konsep diri yang benar dan baik menurut norma-norma. Jadi mari kita selalu berhati-hati dan mawas diri dalam mengarungi kehidupan ini, jangan sampai terjangkit penyakit “OTAK GIZI BURUK”
 
Selamat menjalankan ibadah Saum Ramadhan, mari kita tingkatkan amal ibadah kita, dan jauhkan diri dari mengkonsumsi informasi-tontonan, bacaan dan pergaulan yang mengakibatkan penyakit “OTAK GIZI BURUK”
 
Semoga tulisan ini menjadi pengingat bagi kita semua. Selamat Berjuang!!!

Jakarta, 15 Juli 2013