Rehan dan Burung beo


Rehan anak usia 7 tahun tapi sudah sekolah kelas dua SD. Anak ini suka usil mengganggu kawan-kawannya. Bahkan ketika diberi tugas di sekolah oleh gurunya, alih-alih mengerjakan tugasnya dia lebih suka mengganggu dan mennertawakan hasil pekerjaan kawan-kawannya. Gurunya sudah mati gaya menghadapi kelakuan Rehan ini.

"Bu Wina minta tolong dibantu menasihati Rehan di rumah ya," suatu hari Bu Linda menyampaikan permintaannya kepada Bu Wina, mamanya Rehan. "Ada apa dengan anak saya Rehan, Bu Linda?" Ujar Bu Wina. Kemudian Bu Linda menceritakan seluruh kelakuan Rehan di sekolah kepada Bu Wina. Bu Wina memperhatikan seluruh cerita guru kelas Rehan dengan seksama. Kemudian berjanji kepada Bu Linda untuk menasehati Rehan di rumah.

Dalam perjalanan pulang Bu Wina berpikir keras tentang bagaimana caranya menasehati Rehan agar mengubah sikap usilnya itu menjadi sikap yang baik. Karena kalau dibiarkan begitu terus akan merugikan dia sendiri. Rehan tipe anak yang sulit dinasehati. Dia akan pura-pura mengalihkan pembicaraan, pura-pura tidak mendengar dan yang paling parah dia akan pergi meninggalkan Bu Wina ngomong sendirian, seperti yang sudah-sudah.

"Aha!" tiba-tiba Bu Wina memekik kegirangan, seperti menemukan ide cemerlang untuk menghadapi tingkah Rehan.

**
"Assalamu'alaikum!" suara Rehan menyentak kesunyian ruang tamu rumah Bu Wina pada pukul 1 siang ,"mama aku pulang!" teriak Rehan.


"Wa'alaikumsallam, Rehan, mama di sini," jawab Bu Wina dari arah dapur. Rehan menghampiri suara itu kemudian meraih tangan kanan mamanya lalu menciuminya bolak-balik seperti biasa.

"Masak apa, Ma?" Rehan melongok semua panci-panci di atas kompor, "Rehan laper," katanya tanpa mengalihkan pandangannya dari panci yang berisi opor ayam kesukaannya. "Udah ganti baju dulu ke sana, simpan tasnya baru kita makan biar mama siapkan dulu di meja makan." 

Tanpa menunggu perintah dua kali Rehan sudah menghilang dari pandangan ibunya. "Hmm, pasti gara-gara opor ayam nih dia jadi manis begini, biasanya kalau belum diteriaki tiga kali belum mau ganti baju," gumam Bu Wina.

Selesai makan Bu Wina ngajak anaknya duduk-duduk di ruang keluarga, sambil istirahat. "Rehan tadi di sekolah ada tugas apa?" tiba-tiba Bu Wina bertanya kepada anaknya. Sebelum menjawab pertanyaan ibunya, Rehan menatap mata ibunya penuh selidik.

"Hei anak mama kok melamun?" sambung Bu Wina.

"Eh-eh ya, Ma ... apa tadi?" tanya Rehan gagap.

"Tadi di sekolah ada tugas apa?" Bu Wina mengulang pertanyaannya kepada Rehan.

"Ehmm anu Ma ... i-i-iya, kenapa sih tanya-tanya, Ma?" Rehan semakin curiga sama ibunya.

"Gak mama cuman pengen tahu aja. Kamu mengerjakan tugasnya gak?" kejar Bu Wina

"e-ehh anu, Ma, aku mau mengerjakan PR dulu ya." Rehan berusaha untuk mengelak

"Hmm pasti kamu tidak mengerjakan tugas, terus gangguin kawan-kawanmu, gitu ya?" Rehan diam menunduk. 

"Ya sudah kalau mau mengerjakan PR, ntar sore kita cerita lagi. Mama punya dongeng bagus untuk kamu." Mendengar kata dongeng Rehan langsung memekik gembira.
 
"Bener, Ma? Ada dongeng untukku nanti sore?" Wajahnya cerah dengan matanya terbuka lebar

"Iya serius, tapi kamu kerjakan PR dulu dengan benar ya," ibunya meyakinkan.

"Beres Ma, tenang pokoknya aku pastikan besok PR-ku nilainya 100."

**
Sore hari di beranda rumah, Bu Wina dan Rehan asik berdua.

"Rehan kamu tahu kan Burung beo?" tanya Bu Wina

"Tahu Ma, emang kenapa?" jawab Rehan tangkas.

"Kamu tahu gak kenapa burung beo bisa menirukan suara-suara?"

"Gak, emang kenapa, Ma, beo bisa menirukan suara-suara?" Rehan mulai penasaran

"Nah itu yang akan mama ceritakan untuk kamu sore ini, tentang mengapa burung beo bisa menirukan suara. Kamu siap mendengarkan?" tanya Bu Wina pada anaknya.

"Siap Ma!" jawab Rehan

"Cerita ini mama dapatkan dari Kek Jamil, guru mama, dengarkan baik-baik ya."

**
Dahulu kala … sebelum ada manusia, hewan-hewan bicara dengan bahasa yang saat ini dipergunakan manusia. Lalu pada suatu hari, Sang Pencipta menciptakan manusia. Sang Pencipta kemudian mengutus peri penjaga hutan untuk memberitahukan hal itu kepada para hewan. Isi pemberitahuannya adalah agar para penghuni hutan tidak boleh lagi berbicara dengan menggunakan bahasa yang selama ini mereka gunakan.
Sebagai pengganti, mereka diizinkan untuk menciptakan bahasa mereka masing-masing dalam waktu seminggu. Maka, pulanglah penduduk hutan ke tempat masing-masing. Mereka mulai berpikir keras untuk mencari suara yang gagah dan cocok untuk mereka masing-masing.

Hari demi hari, penduduk hutan sibuk mencari-cari suara yang nanti akan mereka pakai. Singa yang telah dinobatkan sebagai raja hutan, lebih dahulu memilih suara mengaum. "Aouuuumm!!!" katanya dengan gagah. Penduduk hutan yang lain senang mendengarnya. Mereka merasa suara itu pas benar dengan bentuk tubuh singa yang gagah.

Tapi, tidak semua hewan senang mendengarnya. Burung beo yang usil malah menertawakan suara itu. "Hahahaha..., mirip orang sakit gigi," celetuk beo sambil tertawa terbahak-bahak. Singa sangat malu mendengarnya. Semua suara binatang yang ada selalu dikomentari dan dihina oleh beo. Beo hanya menjadi komentator dan menertawakan semua suara hewan.

Tak terasa sudah satu minggu. Penduduk hutan berkumpul kembali untuk mengumumkan suara yang mereka pilih. Peri penjaga hutan memanggil mereka satu persatu. Di antara semuanya, hanya beo yang masih tertawa-tawa. Ia pikir teman-temannya bodoh karena suara yang mereka pilih lucu-lucu.

Tibalah giliran Beo untuk mengumumkan suara barunya. Ia maju ke depan. "Mbeeeek!” jeritnya. "Hei itu suaraku!" kata Kambing. Yang lain pun tertawa. Beo tertegun. Ia baru sadar, selama ini ia terlalu sibuk mengejek teman-temannya sehingga lupa mencari suaranya sendiri. Semua suara yang dikeluarkan beo ternyata sudah menjadi milik binatang lain. Akhirnya, ia menangis tersedu-sedu.

"Sudahlah, kamu akan tetap kuberi sebuah suara. Tapi sebagai pelajaran, kau akan tetap menirukan suara orang, sehingga kau akan ditertawakan selamanya," kata peri penjaga hutan sambil tersenyum.

**
"Begitu ceritanya Rehan, mengapa burung beo selalu menirukan suara orang dan menjadi bahan tertawaan." Rehan hanya diam tertunduk tidak bicara sepatah katapun. Tidak seperti biasanya setiap kali ibunya mengakhiri dongeng, selalu saja ada yang ditanyakan, kenapa ini begini? Kenapa itu begitu? Kali ini Rehan benar-benar diam seribu bahasa.

"Maafkan Rehan Mama, selama ini berbohong sama Mama soal tugas di sekolah itu. Rehan emang gak suka mengerjakan tugas dan selalu gangguin kawan-kawan. Rehan sering dimarahi Bu Linda karena itu. Sekarang Rehan berjanji tidak akan nakal lagi dan akan selalu mengerjakan tugas dari guru di sekolah." 

Rehan meraih tangan kanan Bu Wina sambil menciuminya bolak-balik.
"Alhamdulillah," sahut Bu Wina sambil memeluk Rehan dengan penuh kasih dan berlinang air mata haru.


TAMAT
Citra Raya, 28 Januari 2015

Tidak ada komentar: