Menangkap Ikan Kakek


Gubrakkk!
Sepotong alu kayu melayang nabrak dinding papan nyaris mengenai kepala seorang anak gadis berusia 6 tahun yang tengah bermain dengan 2 orang saudara laki-lakinya. Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun kakaknya dan satu lagi anak laki-laki berusia 4 tahun adiknya. Mereka tengah asik bermain petak umpet, sambil berlari-lari, teriak-teriak dan tertawa-tawa suaranya memekakan telinga. Sementara ibunya sedang menumbuk padi di dapur. Seketika suara hening, tiga anak kecil saling berpandangan dengan muka pucat karena shock.

"Wah ibu marah, hayu kita pergi...kita mainnya di luar saja" Aa Idam memecah kesunyian, tanpa berkata apa-apa Nelma dan Yan mengikuti kakaknya pergi ke luar, karena dua anak kecil ini masih dag dig dug jantungnya belum reda dari rasa kaget dan takut dengan murka ibunya.

"Aa Idam kita mau ke mana?" Yan bertanya setelah berjarak 50 meter dari rumahnya "kita main di halaman rumah Kakek saja ya" Aa Idam menjawab pertanyaan Yan..."kita mau main petak umpet lagi ya Aa Idam?" Aa Idam masih bungkam, karena dia belum tahu adik-adiknya mau diajak bermain apa.

"Assalamu'alaikum" Aa Idam memberi salam setelah tiba di rumah Kakek..."Wa'alaikumsallam" suara Nenek memnjawab dari dalam dapur "siapa itu?" suara Nenek masih di dalam dan belum membukakan pintu "Idam sama Nelma dan Yan Nek" Aa Idam menjawab..."ada apa Idam? Kakek tidak ada di rumah" Nenek bertanya sambil membuka pintu dan wajahnya menyembul dari balik pintu.

"Idam sama adik-adik boleh main di sini Nek?" Idam bertanya untuk minta ijin bermain di halaman rumah Kakeknya "boleh, tapi jangan berisik ya Bibi kecilnya lagi bobo" Bibi kecil itu anak Nenek dan Kakek yang baru berusia 1 tahun. Biasanya mudah terbangun kalau mendengar suara ribut sedikit saja. "Iya Nek kami janji tidak akan ribut" Aa Idam menyanggupi permintaan Neneknya. Maka bermainlah tiga kakak beradik itu, berlari-larian kian kemari sambil tidak henti-hentinya berteriak dan tertawa-tawa. Namanya anak-anak bermain sulit untuk tidak bertingkah seperti itu. Tak ayal lagi suara mereka telah membuat Bibi kecil terbangun dari tidurnya "woaaaaaaaa...woaaaaa" jeritnya membuat Nenek setengah berlari menghampirinya ke dalam kamar. Tiba-tiba Aa Idam meletakan telunjuk di bibirnya, memberi isarat kepada kedua adiknya untuk diam.

"Hayu kita lari sebelum diomelin Nenek" ajak Aa Idam kepada kedua adiknya..."kita mau kemana lagi Aa Idam" Nelma memberanikan diri bertanya dengan berbisik "sstt...hayu" kata Aa Idam sambil berlari menyeret kedua adiknya untuk mengikuti. Mereka terus berlari sampai tiba di sebuah saung di pesawahan dekat kampung. 

Yan adiknya yang paling kecil langsung ngeglosor begitu sampai di saung sambil terengah-engah "capek Aa Idam, Yan lapaarr" Yan merengek setengah menangis "iya entar kita pulang kalau ibu sudah selesai numbuk padinya, kita makan di rumah ya" Idam membujuk adiknya "sekarang kita nyari ikan dulu aja yuuk"..."di mana nyarinya Aa Idam?" kali ini Nelma yang bertanya "tuh di sawah Kakek" Idam menunjuk ke arah sawah yang hanya berjarak 20 meter dari saung tempat mereka duduk ngaso, selepas melarikan diri dari ancaman omelan Neneknya.
**
"Nelma yang turun menangkap ikan ya, Aa Idam yang pegang tali untuk merinjing ikannya dan Yan yang mengawasi keadaan, jangan sampai Kakek datang kita tidak tahu" demikian Aa Idam membagikan tugas kepada adik-adiknya. "Yan di sebelah sana, nanti kalau melihat Kakek berjalan ke arah sini teriak lariii! ya Yan" Aa Idam menunjukan arah di mana Yan harus berdiri dan memberitahukan apa yang harus dilakukannya ketika melihat Kakeknya datang,

Cruk! cruk! cruk! suara air yang tersibak tangan mungil Nelma yang terus merogoh ikan-ikan yang berlarian takut tertangkap, "huff! horeeee" jerit bahagia Nelma sambil mengacungkan seekor ikan yang menggelepar di tangannya "Aa Idam nih dapat" Nelma berteriak kepada kakaknya yang menghampiri dengan wajah bungah. Lalu mengambil ikan dari tangan Nelma dan memasukan tali dari pohon alang-alang ke dalam insang ikan untuk merinjingnya. Tiga ekor ikan berpindah tangan sudah, ada dalam rinjingan yang ditenteng Aa Idam, sementara Nelma terus melakukan penangkapan dengan asik dan senang, sambil berkecipak main air.

"Huff! kena kamu" tiba-tiba ada tangan besar dan kuat mencengkram pundaknya, Nelma kaget dan menoleh ke arah pemilik tangan kokoh itu "Kakeeeeek!" Nelma teriak panik dan berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangan kakeknya, apa daya dia tidak kuat melepaskan cengkraman Kakeknya. Mata Nelma nanar liar menyapau sekeliling sawah, mencari bayangan Aa Idam dan Yan "duh! mereka sudah raib" batin Nelma putus asa.

"Kakek maafkan Nelma, lepaskan Nelma mau pulang, entar dicari Ibu" suara Nelma memelas minta dilepaskan dari pegangan Kakeknya "tidak bisa kamu harus Kakek hukum, karena telah menangkap ikan tanpa ijin" Kakek membentak sambil melotot ke arah Nelma "tadi Aa Idam yang suruh Kek, Yan pengen makan, di rumah tidak ada ikan" jawab Nelma dengan muka memelas "harusnya minta ijin dulu pada Kakek sebelum mengambilnya, ini namanya mencuri...kamu tahu apa hukuman untuk pencuri?" mendengar hukuman Nelma kaget, hatinya bergetar, membayangkan Kakeknya yang suka mengikat kedua tangan pencuri dan ditaruh di punggungnya, lalu diarak penduduk untuk diserahkan ke Bale Desa. Hiyyyy bergidik hati Nelma.
**
"Nelma janji ya! kamu tidak akan menangkap ikan Kakek lagi sebelum minta ijin" Kakek meminta Nelma berjanji dan mohon ampun pada Allah "siap Kek!" jawab Nelma sambil memalangkan telapak tangannya di kening seperti menghormat komandan "hahahaha, tuk!" Kakek terbahak sambil ngejitak jidat Nelma yang penuh lumpur.

Nelma mengendap-endap menyelinap menuju pancuran di belakang dapurnya, dia khawatir diperegoki ibunya. Dia sudah membayangkan akan dapat cubitan bertubi-tubi di perut dan di pahanya kalau ibu melihat wajah dan seluruh tubuhnya penuh dengan lumpur sawah. Sebenarnya sih lucu kalau melihat tampang Nelma setelah menerima hukuman dari Kakek. Seluruh tubuhnya diteploki dengan lumpur sawah, terlihat asri seperti patung Malinkundang, hanya matanya yang terlihat ketap-ketip hahaha. Nelma tidak menangis ketika menerima hukum kutukan sawah dari Kakeknya. Dia malah tertawa-tawa dan bercanda dengan Kakeknya, kejar-kejaran main lumpur sawah. Nelma kini sudah mandi dan berganti baju beresih. Ibu sudah selesai numbuk padi, bahkan berasnya sudah berubah jadi nasi panas yang sudah siap tersaji empat piring, lengkap dengan ikan emas goreng hasil tangkapan Nelma.

"Hayu kita makan" ibu mengajak makan Idam, Nelma dan Yan "Aa Idam pimpin baca do'a dulu" kata Ibu. Sebelum makan seperti biasa Aa Idam memimpin do'a "Allahummabariklana Fimaarozaktanaa Wakinna Adzabannaar, aamiin". 

Tiga adik kakak ini makan dengan lahap. Ibu memandangi ketiganya dengan bahagia, tanpa mengetahui apa yang terjadi dengan anak-anaknya beberapa jam yang lalu. "Jika saja Ibu tahu apa yang aku lakukan tadi di sawah, hmmm pasti perut dan pahaku sudah bentol-bentol merah bekas cubitan yang dipelintir" Nelma bergumam sambil senyum-senyum....

TAMAT 


Citra Raya, 6 Pebruari 2015
Kisah dari anak-anak masa lalu

Tidak ada komentar: