By: Dinda Prameswari Dins

Wanita Tua di suatu petang.
Wanita tua bersandar di dinding batu
menatap hujan deras yang mengguyur
memisahkan dunia di mana ia disebut Bunda yang berpendidikan
penuh idealisme dan kharisma menyala berkobar
dengan dunia kecil nan nyaman
penuh kehangatan
dari secangkir kopi dan selimut tebal
dan sejenak meluruskan badan.
Tik tak tik tak ... jari resah menari
mencari sebuah nama yang sangat ingin dijumpainya.

"Dinda Prameswari Din's ... anak itu ke mana seharian?
Iblis kecil yang selalu datang dan menghilang.
AArrrggggghhhh!!"

Gemas menanti celotehan pendek dan tawa mengejek
dari bibir yang masih menaruh hormat.

"Mom ... lagi apa?"
Horeee!! Dia mengirim pesan!
Akhirnya.

"Menunggu hujan reda Dinda ...
kamar masih 20 langkah, dan dipisahkan langit terbuka."

"Lari Mom! Lari ...! tembus hujan
dan nikmati sedikit kegilaan.
Rasakan nikmatnya dingin yang menyegarkan
dan meredakan pikiran-pikiran gilamu
(yang membuatku menyayangimu)."

Senyum seringai wanita tua terkembang.
"Bismillah ...."
badan tua dengan raga tua
melompat menerjang hujan
menikmati tusukan menyakitkan di kulit kepala
dan membuatnya setengah gila
berteriak dalam keliaran ... dan kebebasan.

"Sirami aku, hujan!!
Tantang aku menaklukkanmu!!
Siapa yang bisa mengalahkanku si wanita remang-remang?!"

Jegluaarrr ...! Petir menyambar.
Wanita tua sejenak tersadar ...
menyebut nama Tuhan dan berlari menepi.
Jemari merogoh ponsel dan siap mengetik.

"Dinda sialan ... kau kerjai aku ...."
namun sebelum tombol ditekan, terbaca sebuah pesan.
"Tetapi hati-hati Mom.
Mom sudah tua, bermain hujan adalah keputusan bodoh.
Ingat encok dan rematik."

Wanita tua bernama Lilis M. Usman tertegun,
dalam hati merutuk pelan.

"Dindaaaaaaaaaa ...!


Jogja, hujan deras 19 Desember 2014

Tidak ada komentar: