TAN MALAKA #1

"Hatinya terlalu teguh untuk berkompromi. Ia orang pertama yang menulis konsep Republik Indonesia. Tapi hidupnya berakhir tragis di ujung senapan tentara republik yang didirikannya"

Hatinya terlalu teguh untuk berkompromi. Maka ia diburu polisi rahasia Belanda, Inggris, Amerika dan Jepang di 11 negara demi cita-cita utama: kemerdekaan Indonesia.

Namanya Tan Malaka, atau Ibrahim Datuk Tan Malaka. Ia orang pertama yang menulis konsep Republik Indonesia. Muhamad Yamin menjulukinya "Bapak Republik Indonesia". Soekarno menyebutnya "seorang yang mahir dalam revolusi". Tapi hidupnya berakhir tragis di ujung senapan tentara republik yang didirikannya.

Ia seorang yang telah melukis revolusi Indonesia dengan bergelora, dan kini mungkin dua-tiga generasi melupakan sosoknya yang lengkap ini: kaya gagasan filosofis, tapi juga lincah berorganisasi.

Orde Baru telah melabur hitam peran sejarahnya. Tapi, harus diakui, di mata sebagian anak muda, Tan mempunyai daya tarik yang tak tertahankan. Sewaktu Soeharto berkuasa, menggali pemikiran serta langkah-langkah politik Tan sama seperti membaca novel-novel Pramoedya Ananta Toer. Buku-bukunya disebarluaskan lewat jaringan klandestin. Diskusi yang membahas alam pikirannya dilangsungkan secara berbisik. Meski dalam perjalanan hidupnya Tan akhirnya bersebrangan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), sosoknya seringkali dihubungkan dengan PKI: musuh abadi Orde Baru.

Perlakuan serupa menimpa Tan di masa Soekarno berkuasa. Soekarno, melalui kabinet Sjahrir, memenjarakan Tan selama dua setengah tahun, tanpa pengadilan. Persetruannya dengan para pemimpin pucuk PKI membuat ia terlempar dari lingkaran kekuasaan. Ketika PKI akrab dengan kekuasaan, Bung Karno memilih Musso - orang yang telah bersumpah menggantung Tan karena pertikaian internal partai - ketimbang Tan.

"Buku Naar de Republiek dan Massa Actie (1926) yang ditulis dari tanah pelarian itu telah menginspirasi tokoh-tokoh pergerakan di Indonesia"

Di sepanjang hidupnya, Tan telah menempuh pelbagai royan: dari masa akhir Perang Dunia I, revolusi Bolsyewik, hingga Perang Dunia II. Di kancah perjuangan kemerdekaan Indonesia, lelaki kelahiran Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1897 ini merupakan tokoh pertama yang menggagas secara tertulis konsep Republik Indonesia. Ia menulis Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada 1925, jauh lebih dulu dibanding Mohammad Hatta, yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi di depan pangadilan Belanda di Den Haag (1928), dan Bung Karno, yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933).

Buku Naar de Republiek dan Massa Actie (1926) yang ditulis dari tanah pelarian itu telah menginspirasi tokoh-tokoh pergerakan di Indonesia. Tokoh pemuda radikal Sayuti Melik, misalnya, mengenang bagaimana Bung Karno dan Ir. Anwari membawa dan mencoret-coret hal penting dari Massa Actie. Waktu itu Bung Karno memimpin Klub Debat Bandung. Salah satu tuduhannya yang memberatkan Soekarno ketika diadili di Landrat Bandung pada 1931 juga lantaran menyimpan buku terlarang ini. Tak aneh jika isi buku itu menjadi ilham dan dikutip Bung Karno dalam pleidoinya, Indonesia Menggugat.

W.R. Supratman pun telah membaca habis Massa Actie. Ia memasukkan kalimat "Indonesia tanah tumpah darahku" ke dalam lagu Indonesia Raya setelah diilhami bagian akhir dari Massa Actie, pada bab bertajuk "Khayal Seorang Revolusioner". Di situ Tan antara lain menulis, "Di muka barisan laskar, itulah tempatmu berdiri...... Kewajiban seorang yang tahu kewajiban putra tumpah darahnya". (bersambung .............)

TEMPO, 17 Agustus 2008

Berharap catatan ulang ini dapat menginspirasi kaum masa kini, untuk tetap memelihara semangat perjuangan. Karena pada hakekatnya kita tetap dalam keadaan terjajah, yang mengekang.

Jakarta, 28 November 2013

Tidak ada komentar: