MENDUNG HARI INI



Dua pertiga malam yang kesekiankalinya dalam minggu ini, yang terbelah tanpa pasrah. Bara itu terus menyala, siang malam menghunjami dada, tidak terpadamkan kata-kata, atau pun goda yang menjenaka.

Di penghujung malam, aku mengendap mendekati dinding kecil di kotak hitam. Kutsentak mesra bidadari malam, dengan setulus kebencianku akan binalnya. Dia selalu menyambut dengan seringai culas.

“Hai, Lintang ingat pagi ini aku harus menghadap Bang Danmiri, dia meminta aku ketemu pukul 09:00 pagi nanti. Aku mohon kamu kirimi uang dulu kepadanya, biar nanti dia melunak hatinya. Karena seminggu ini dia sudah membuat aku stress dengan BBM warningnya, yang tidak henti setiap hari.”

“Iyee,” hanya itu jawaban Lintang, seperti biasa.

Jawaban yang tampak tak bersalah, membuat dadaku semakin bergolak, karena merasa dilecehkan. Padahal kecemasanku membayangkan amukan Bang Danmiri yang tanpa ampun, telah membuat aku tidak bisa tidur saban malam, selama seminggu.

“Aku tidak butuh iyee-mu di inbox, Lintang! Aku mau kamu kirim saja uang kepada Bang Danmiri, sekarang. Biar ketika besok aku bertemu dengannya, dia akan membukakan pintuku!”

Di sebrang sana bidadari malam terdiam, mungkin dia sedang senyum-senyum riang merayakan kemenangan, atau sedang menghirup aroma kematian tuan renta, dalam jeratan.

Dari Istighfar sampai umpatan aku berondongkan di dinding kecil, layaknya suara petasan cabe, di penghujung malam. Lintang hanya menjawab dengan enteng, tanpa beban tanpa penyesalan apalagi kekhawatiran.

Hingga subuh pun tiba, aku bergegas membasuh mulut, muka dan tangan. Mensucikan diri dari jelaga dosa yang tidak terjaga. Karena setan yang bersinggasana di dada, selalu menyemai bara, menyala.

“Asholatu Khoirumminannauum,” panggilan syahdu mengumandang, bahwa sholat lebih baik daripada tidur. Kuimami subuh kali ini dengan tidak khusuk—separuh pikiranku selalu digoda oleh bayangan Bang Danmiri, yang sadis tak kenal ampun itu, hingga aku lupa baca doa kunut. Masya Allah, urusan dunia sangatlah mengganggu.

****
Dengan senyum yang tersisa, kusambut pagi dengan secangkir teh Tongji. Rasanya sepet tanpa gula, seperti lengket di lidah dan tenggorokan. Selain itu telah tersaji sayur asem,ikan asin, tempe goreng, sambal dan lalap pete. “Wuiiiih enaknya jadi rakyat jelita hehehe.”

“Ma, jadi ketemu Bang Danmiri pagi ini?” tanya anakku, ketika kami sarapan.

“Ya wajib jadi, kalau pun mama tidak ke kantornya, dia yang akan datang ke rumah kita”

“Jam berapa janji ketemu, Ma?” Anakku melanjutkan tanyanya.

“Jam 09:00 nanti … kalau kamu mau kerja, biar kita keluar bersama saja,” ajakku

***
Setibanya di depan kantor Danmiri, aku sudah melihat tampang sepet dari luar, melalui kaca ruang kerjanya. Wajah yang kaku tanpa senyum, membuat hatiku bergidik, aku komat-kamit membaca doa, sebelum mengetuk pintu untuk meminta ijin masuk.

“Selamat pagi, Bang,” salamku setiba di ruangannya

“Pagi,” jawabnya tanpa ekspresi

“Silahkan duduk, Bu,” tanpa keramahan sedikit pun Bang Danmiri mempersilahkan aku duduk.

“Bu, silahkan ini ditandatangani,” Bang Danmiri dengan wajah kakunya, menyodorkan selembar kertas untuk aku tandatangani.

Kubaca dengan teliti kertas yang disodorkannya, sebelum ditandatangan

“Hah, Astagfirullah!” Aku terbelalak memperhatikan tulisannya, pada baris isi ‘masuk daftar antrian ….’

“Bang Danmiri, apakah tidak ada jalan lain selain masuk daftar antrian …?” Tanyaku, dengan wajah memohon.

“Tidak, Bu! Ini sudah kesekiankalinya Ibu terlambat, selama ini saya sudah terlalu memberikan toleransi,” jawabnya dengan ketus.

Deg! Kehormatanku merasa terinjak. Wajahku serasa dibakar, dadaku bergemuruh, bagai suara api membakar hutan. Dengan mulut terkatup, kutandatangani surat pernyataan bersedia menerima sanksi. Bergegas aku meninggalkan Bang Danmiri, yang matanya menukikan rasa jijik, tepat di kornea mataku. Siang yang menistakan harga diriku.

***
Langit Citra Raya mendung, sedari pagi. Tetapi menjadi semakin gelap setelah pertemuanku dengan Bang Danmiri.

Sungguh kejamnya sebuah penghianatan, tanpa bersedia menoleh ke belakang, ketika kepercayaan diberikan dengan penuh welas asih dan keikhlasan. Hatiku robek dibelah rasa, bingar siang menggantung, sunyi.

Mendung hari ini menjadi misteri esok hari, masihkah ada rasa yang perlu dipertahankan? Jika rasa saling percaya dan kesetiaan sudah diabaikan.




CitraRaya, 5 Oktober 2015



CINTA YANG BERBEDA


Lintang, maafkan jika aku tidak selembut yang kau mau. Bahkan, seringkali membuat kamu tidak aman, nyaman dan bahagia, ketika aku tahu, kau bertindak nakal dan binal.

Mungkin kamu sangat murka, ketika aku mengatai kamu bajingan! Wagu! Kurang ajar! Bahkan, kau iblis Lintang!! … itu semua ungkapan cintaku yang tulus padamu, karena aku ingin kamu menjadi Lintang yang benar dan baik, melakoni hidup seperti manusia—mulia dan memiliki kehormatan diri. Meskipun aku … tidak sesuci itu.

***
“Kak Nelma, minggu ini aku akan ke Jakarta ya. Aku harus menemui saudara kembarku, yang sejak balita sudah terpisah. Dia seorang lelaki, yang mirip dengan aku.” 

Sambil memperlihatkan foto seorang lelaki muda di ruang inbox. Sepintas wajahnya mirip sekali dengan Lintang—terutama pada bagian mata, hidung dan mulut.

“Hmmm … mirip juga sama kamu, kapan kamu mau ke Jakarta … akan mampir ke rumahku?” dengan sikap yang tulus Nelma bertanya pada Lintang.

“Ya tentunya Kak, memangnya di Jakarta aku punya siapa selain dirimu? Sekalian aku minta dicarikan mobil rentalan ya Kak. Dia minta ditemui di kantornya.”

“Kamu perlu dijemput ke Bandara atau mau pulang sendiri ke rumahku?” Nelma ingin tahu keberanian Lintang.

“Terserah Kak, kalau ikhlas aku hilang karena tersesat, dari Bandara,” Lintang merajuk.

“Hmm … dasar manja kamu!” Nelma ngeledek

“Biarin! Apa gunanya aku punya Kakak?” Lagi-lagi Lintang merajuk dengan manja.

Klung! … sambungan inbox dimatikan, Lintang menghilang ….

***
Inbox Lintang pada subuh Rabu … “Kak, aku sudah di Bandara, menuju Jakarta. Diperkirakan pukul 09:00 aku tiba di Bandara Soekarno-Hatta.”

“Hah, sarap kamu! Emang hari ini … bukannya hari Sabtu?” Nelma kaget dengan kejutan Lintang yang mendadak.

“Aku udah nggak tahan pengen ketemu dia Kak, rinduku udah puluhan tahun mengendap,” terasa ada nada sedih dalam barisan kata-katanya.

“Woalaah ... yo wis aku jemput. Ada rental langganan yang aman. Biar aku titipkan sama Pak Pepen … nama sopirnya.” Dengan senang hati Nelma menyediakan dirinya.

Dari Bandara Nelma membawa Lintang ke rumahnya. Sudah disiapkan santapan pagi kesukaannya—nasi putih, sambel terasi, lalapan pete dan ikan asin. Lintang sarapan dengan lahap, seperti biasa. Meskipun agak terburu-buru, tapi dia kelihatan menikmatinya.

“Lintang, perlu aku temani untuk menemui sodara kembarmu?” Nelma bertanya, ketika Lintang usai sarapan.
“Nggak usah Kak, soalnya belum pasti, jam berapa dia bersedia ditemui. Takutnya aku musti menginap sama dia.” Lintang memberi alasan.

“Apa kamu akan menginap di rumahnya?” Tanya Nelma.

“Nggak, mungkin di suatu tempat. Karena istrinya pencemburu, daripada salah paham lebih baik aku ajak dia nginep di luar saja.” Ujar Lintang.

“Oh … ya sudah kalau kamu yakin nggak perlu ditemani. Kan Jakarta asing bagi kamu. Aku titipkan sama Pak Pepen saja ya, kalau ada apa-apa biar dia yang mengamankan kamu.” Nelma mencoba meyakinkan, meskipun dia tetap mencemaskan Lintang.

Pada malam hari, Nelma gelisah. Entah apa yang terjadi, dengan Lintang dan lelaki yang dia sebut-sebut sebagai saudara kembarnya itu. Nelma mulai dihinggapi rasa tidak nyaman, ketika membaca postingan Lintang di wall facebooknya. Penuh dengan puisi-puisi romnatis, menggambarkan kemesraan di antara mereka. Malah terkesan sudah terjadi hubungan intim di antara meraka … begitu vulgar.

Nelma tetap tidak berburuk sangka, ketika pada sorenya menemui Lintang di Bandara. Untuk sekedar mengantarnya pulang kembali ke Yogjakarta.

Dalam perjalanan pulang, Nelma mengajak ngobrol sopir mobil rental yang dipakai Lintang, dari sejak kemaren pagi.

“Pak Pepen semalam tidur di mana?” Nelma memulai pembicaraan, tanpa berniat menyelidik … “sepertinya semalam kesulitan cari penginapan ya?”

“Kami tidur di hotel, di sekitar Halim Peradana Kusuma Bu. Saya sekamar sendirian, saya pikir akan sekamar sama Dimaz, sodaranya Mbak Lintang. Ternyata mereka tidur sekamar berdua.” Papar Pak Pepen.

Deg! “Mas Dimaz?! … kok namanya bukan Hafiz, seperti yang Lintang ceritakan padaku,” Nelma membatin, dengan perasaan yang semakin tidak nyaman.

“Tadi pagi, Mas Dimaz dinater ke tempat kerjanya ya Pak?” Nelma kali ini bertanya dengan penuh selidik.

“Iya Bu, di daerah Bekasi. Ternyata sodaranya itu kerja di penerbitan juga. Tapi kebanyakan untuk buku-buku paket sekolahan.” Lagi-lagi keterangan Pak Pepen terasa seperti godam yang memukul kepala Nelma.

Membayangkan sosok Dimaz, tiba-tiba kemarahan Nelma memuncak. Lebih-lebih membayangkan sikap Lintang ketika mengantarnya di suatu pagi. Dengan mata sendu penuh birahi, Lintang menatap Dimaz, lalu mencium tangannya, sebelum Dimaz masuk ke dalam bis untuk pulang.

“Lintang kurang ajar kamu! Aku tidak bertanggungjawab kepada suamimu atas tindakanmu malam ini. Kamu ternyata bohong! Kamu tidak menemui sodara kembarmu, melainkan menemui lelaki yang bukan muhrimmu, lelaki yang sudah beristri!” Nelma berteriak, menelepon Lintang dengan kalap.

“Kak Nelma! Jangan percaya sama sopir itu, dia bohong! Aku bisa menjelaskannya. Semalam aku bertiga di kamar, karena Hafiz tidak mau ketemu sendirian, maka aku meminta Dimaz menemaninya.” Jelas Lintang, terdengar suaranya agak gugup.

Nelma sudah kalap, merasa ditipu mentah-mentah. Sebuah penghianatan yang dilakukan oleh orang yang dipercayainya. Nelma bukan hanya percaya, tetapi juga merasa hormat kepada Lintang, saat itu.

Beberapa hari Nelma tidak mau berhubungan dengan Lintang. Dia tidak inbox, tidak telepon, tidak juga BBM-an. Dia hanya posting sederet kata-kata di wall akun facebooknya. 

“Aku menghormati dan menyayangimu Lintang, aku tidak rela dan tidak ikhlas jika suatu saat kamu jatuh, tersungkur ke dalam lumpur, karena lelaki itu.” 

***
Nelma mengelus dada, dengan berurai air mata—sakit hatinya tak terkira. Melihat kenyataan bahwa Lintang mendustai dirinya, berhianat di belakangnya, menodai kepercayaannya.

Lintang telah melakukan tindakan amoral, tidur seranjang dengan lelaki yang bukan muhrimnya—lelaki yang sudah beristri. Lelaki yang katanya saudara kembarnya … Dimaz, lelaki yang pernah datang ke rumah Nelma, dan menginap. Nelma telah memperlakukannya dengan rasa hormat sebagai tamunya—sebagai teman Lintang. Ooohhh ternyata ….

“Berapa juta uangku, kau hamburkan untuk bersenang-senang dengan lelaki itu, Lintang?”


CitraRaya, 14 September 2015

Misteri Persahabatan Winar dan Benwi




Karya: Lilis M. Usman

   
     Pukul 21.19 wib
     Ruang keluarga telah sepi, penghuni rumah pergi satu persatu, memasuki bilik peraduan. Kecuali sedu sedan Benwijay yang masih terdengar lirih. Menandakan hatinya masih terluka, setelah persidangan keluarga, yang berlangsung hebat dan dirasa kejam olehnya.

     “Ben, tidurlah—hari sudah larut.” Wicak dengan lembut menyentuh pundaknya. Benwi menatap kakaknya, mohon pengertian dan belas kasihan.

     “Sungguh aku tidak berhutang apa-apa kepada Winar, Mas. Itu fitnah besar! Tidak disangka orang sebesar dia suka fitnah juga.” Benwi masih meradang, suaranya bergetar.

     “Ben, itu bukan fitnah … kamu tahu persis tentang kebenaran itu. Coba jujur kepada hati nuranimu!” Wicak mencoba menyadarkan adiknya.

     “Winar telah menyerahkan jumlah yang sangat banyak padamu. Sepuluh kali harga kuda troya, plus duapuluh kali upah pegawai istana. Dia meminjami kamu dengan hati tulus, hati seorang muslimah. Kepada kawan barunya yang mengaku mualaf. Bagi Winar, menjadi mualaf adalah sebuah prestasi kebaikan, kebenaran dan keimanan yang luar biasa dan sangat mulia, Ben. Yang mesti diapresiasinya...,” Wicak menghentikan kalimatnya, sambil menatap lekat mata Benwi.

     Wicak melanjutkan kata-katanya, Maka, atas penilaian itulah, dia percaya penuh pada kamu. Dia memberikan pinjaman tanpa agunan, tanpa bukti transaksi. Bahkan dia tidak curiga, ketika kamu menolak untuk ditransfer melalui jasa bank. Semua diserahkan dalam bentuk tunai. Juga ketika kamu menolak untuk ditemui di Balai Fasta, dia tetap tidak curiga. Dia memilih mengikutimu, bertransaksi di dekat rumah Minyak, Burung Srondol—seperti layaknya transaksi bisnis narkoba, hahaha.... Jadi fitnah atau bukan, hanya kejujuran nuranimu yang bisa mengatakannya, Ben.” Wicak diam sejenak, menunggu reaksi adiknya.

     Benwi masih terus membisu, Wicak meneruskan nasihatnya.
     “Jika Winar selama ini diam, bukan berarti dia tidak mempermasalahkannya. Dia orang baik, dia tulus menunggu kamu menyadarinya. Dia mengasihi kamu, juga anak-anakmu,'' lagi-lagi hening sejenak. 

    ''Sudahlan Ben, hentikan petualangan sesatmu. Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun kepada orang-orang yang bertaubat. Dia memberikan hidayah dan safaat, bagi siapa pun yang dikehendaki-Nya. Bertaubatlah Ben, kembali ke jalan-Nya.” sambung Wicak.
 
     Mata Benwi nanar menatap ke langit-langit rumah. Entah apa isi dadanya, kini.

SARAJEVO DI SENJA HARI

Ini sebuah dongeng yang hampir mustahil, disampaikan via sms oleh seseorang yang sedang mengamuk dilanda dusta besar yang diciptakannya sendiri. Kegelisahan dosa yang biasa dia nikmati ketika dalam keadaan terdesak, sesungguhnya hanya minta belas kasihan, itulah rayuan ala 'dia' aku hampir bisa menghafalnya di luar kepala.

Bagiku semua yang terjadi saat ini adalah jeda, agar kalian paham bahwa semua yang aku lakukan tidak semata-mata untuk keperluanku sendiri. Tapi itulah prilaku kecintaanku kepada kehidupan, di mana kalian hadir di antaranya. Dan agar kalian paham, bahwa aku juga manusia biasa, selain memiliki kasih sayang, belas kasihan sebagai prilaku cinta ... aku juga punya kemarahan, ketika harga diriku terinjak dan tidak lagi kalian anggap ada.

"Ayu, apa uwa dan tante Siti baik-baik saja? tolong sampaikan tante Dinda terbang ke Sarajevo siang ini untuk waktu yang tidak ditentukan, dan semoga tante Siti cepat sembuh. Salam sayang Dinda."

Skenerio apa lagi yang hendak 'dia' buat untuk menjebak dirinya sendiri, agar terbenam ke dalam lumpur yang semakin dalam? ....

"apa pun yang ingin kamu lakukan bagiku tidak ada persoalan selama kamu memenuhi kewajibanmu sebagai direktur DINS untuk melunasi hutang bank setiap jatuh temponya ... tanggal 27 setiap bulan, itulah pertanggungjawaban."

Jika saja menggunakan nalar orang sehat jiwa, tidak semudah sms untuk melakukan itu. 'Sarajevo negara yang belum bebas visa, bisakah mengurus visa beberapa jam pada hari Sabtu?' nalarku tidak sampai bisa menjawab pertanyaan ini. Tetapi jika pun benar ini 'dia' lakukan, berarti itulah kelebihannya.

Selanjutnya akan menjadi kekhawatiranku jika dia bersikap tidak bertanggungjawab kepada kewajibannya, karena itu berarti aku punya masalah dengan rumahku dan kehidupan keluargaku.

Hanya keyakinanku pada Allah saja, yang membuat aku tidak panik menghadapi situasi ini. Satu hal lainnya, kebiasaan dia berbohong dan merajuk, semoga harapanku yang lain, bahwa 'dia' tidak pergi ke mana pun, kecuali dengan sms itu 'dia' ingin aku agar keluar mencarinya. 

Aku putuskan kali ini 'jeda' yang harus aku lakukan, agar 'dia' berpikir sehat dan menjadi manusia bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Aku mengasihaninya, karena 'dia' jiwanya labil dan tidak normal. Dan aku yakin Tuhan telah mengintervensi hidupku agar masuk ke dalam kehidupannya.

Semoga Tuhan segera membimbing 'dia' kembali pulang pada kehidupannya, pada keluarganya dan kepada cita-cita besarnya. Aamiin ....




Citra Raya, 19 April 2015
Ketika hati tidak lagi berperasaan


MENYUSURI LORONG GELAP

Tanggal 18 April 2015
Pukul 01.15 dini hari, tiba-tiba saja telepon berdering kencang membangunkan aku dan se-isi rumah ... kaget, Siti yang baru saja terlelap gemetar dengan jantung berpacu lebih cepat. Karena memang dia dalam keadaan sakit ... selanjutnya dia muntah-muntah dan tidak bisa tidur lagi ....

Sementara penelepon menutup teleponnya sebelum kuangkat ... baru untuk bunyi yang kedua kalinya aku bisa mendengar suaranya yang sedang marah, bicara tentang sesuatu yang kurang jelas kutangkap antara kalimat 'akun Larasati dan Halim' what is that?!! telepon ditutup. Lalu kutelepon balik ... sedikit agak jelas 'ini soal dusta yang tertimbun' di mana aku pernah terluka, karena merasa ditipu mentah-mentah. Tapi sesungguhnya saat ini aku sedang berjuang untuk melupakan dan mengobati luka hatiku sendiri, dengan terus melihat segala hal positif dari dirinya ... demi untuk sebuah mimpi besar yang sedang dia kejar.

Dengan telepon dini hari itu, luka hati kembali terbuka. Dan lebih menyakitkan lagi, bunyi telepon itu telah membuat aku bertengkar hebat dengan Siti, dan itu lebih memperparah luka hatiku ... akhirnya memang aku harus sendirian menyusuri 'Lorong Gelap' yang terlanjur digali dan aku sudah bertahun-tahun terperangkap di dalamnya.Bacaan Qur'an-ku tertunda pada dini hari ini ... sampa aku berwudu kembali, lalu ruku dan sujud kembali untuk menyerahkan segala urusanku kepada-Nya. 

Setelah melafalkan doa panjang, aku lanjutkan bacaan ayat-ayat-Nya. Kembali inbox itu menggangguku dengan ancaman konyolnya ... sambil terus melafalkan Firman-Nya, dengan sangat terpaksa aku tulis kepadamu "Suamimu,puasss!! dan itu telah mengganggu keluargaku. Camkan itu!!! mengganggu keluargaku!!!" Tiba-tiba saja ada yang bergerak dalam otak kecilku ... perintah untuk segera mematikan seluruh saluran alat komunikasi dan terutama akun facebookku. Sudah cukup segala toleransi dan kesabaran ... sudah cukup semuanya aku lakukan dengan tulus dan penuh cinta, tetapi bukan cinta yang aku miliki yang dia butuhkan. Melainkan cinta yang hura-hura, cinta syahwat dan nafsu angkara ... dan itu bukan duniaku sama sekali.

Biarlah aku "Menyusuri Lorong Gelap" dengan lentera yang akan aku nyalakan tiap hari, lentera hatiku sendiri, lentera dari cahaya Illahi. Yang kulantun dengan doa dan ayat-ayat dari Firman-Nya. Cukuplah bagiku Dia penolongku, bukan apa pun dan bukan siapa pun. Aku harus berkejaran dengan waktuku yang semakin senja, sehingga jika malam pun tiba aku tidak terbaring dalam kegelapan ... aku ingin terbaring di sisi-Nya dalam kemulyaan sebagai manusia yang ber-iman dalam keadaan Islam yang sesungguhnya. Aamiin

Wallahu'alam Bissowab





Citra Raya, 18 April 2015
'Lentera Hati, Cahaya Illahi'

PADA BAGIAN AKHIR PERJALANAN

Ini adalah bagian akhir sebuah perjalanan, dari petualangan hidup yang hanya sebentar di alam fana.

Satu tahun setelah aku tidak lagi bekerja untuk Serikat Buruh, dengan proses yang di luar perkiraan ... aku memasuki dunia penerbitan dan percetakan. Dan ini adalah sebuah lompatan besar yang tidak pernah diduga oleh siapa pun, bahkan aku pun tidak membayangkan akan berada di dunia kerja seperti ini. Ini adalah sebuah aktivitas yang terkait dengan dunia kepenulisan, dunia sastra Indonesia. Yang konon katanya tidak banyak diminati orang, karena tidak menjanjikan kemewahan financial. Wah apakah hidup selalu harus kaya? hahaha ....

Adalah sebuah permulaan aku tergiring ke dunia kepenulisan melalui aktivitasku di dunia jejaring sosial facebook. Berbekal minatku pada dunia tulis menulis--yang sebetulnya belum pernah kesampaian, kecuali sebagai penulis tetap buku harian dan blog peribadiku hahaha. Di suatu sore aku masuk wallnya Gola Gong. Aku suka buku dan tulisan Gola Gong--pernah datang ke sanggarnya di Serang. Pernah juga suatu ketika bekerja bareng memantau "Pilkadal" dalam pemilihan Gubernur Banten

Dari wallnya Gong aku menemukan akun group facebook dengan nama Goresan Pena Sang Penulis (GPSP) "Wah group yang menarik nih, sepertinya di sini banyak penulis dan aku boleh menulis" pikirku waktu itu. Aku memutuskan untuk klik minta bergabung. Kira-kira dua hari kemudian permintaan bergabungku diterima oleh seseorang yang bernama Qinna Cakinna, kalau tidak salah begitu namanya. Sejak saat itu--kira-kira bulan Juli 2014 aku menjadi member GPSP yang rajin menulis--hampir tiap hari, rajin pula membaca postingan-postingan member yang lain. Aku juga termasuk mahluk oot yang suka mengkacaukan komentar, bahkan ketika orang lain lagi sangat serius membahas EYD hahahaha.

Dari beberapa postingan karya tulis hanya ada dua penulis yang paling aku sering baca tulisannya--pertama Dinda Prameswari yang kedua Dani Satata. Hanya dari dua penulis itu aku dapat kesan tulisan bagus. Selebihnya biasa-biasa saja, tidak terlalu mendalam kesannya.

Aku suka tulisan Dinda Prameswari, karena setiap membaca tulisannya aku selalu merasa sedang berhadapan dengan penulisnya. Tulisannya bicara padaku dengan ruh pemiliknya. Tulisannya halus tapi garang, sederhana tapi dahsyat, lugas terkadang bikin jiwa seperti diputar puting beliung. Bisa ikut kecewa, ikut marah, ikut terharu, pokoknya ikutan apa aja deh sama dia. 

"Gila ini orang, kok bisa mengaduk-aduk pikiran dan perasaan pembaca. Terkadang tulisannya mengesankan kesombongan" begitu aku berpikir tentang #Dinda. 

Sebetulnya tulisan yang paling aku suka dari dia adalah cerita horornya, sayangnya tulisan kaya gitu jarang muncul. Belakangan aku mengetahuinya bahwa dia sejatinya seorang penakut, hahaha ... lucu penakut bikin cerita horor. 

Lain halnya dengan Dani Satata. Aku suka dia, karena puisinya yang halus, santun dan religi. Bedanya seperti bumi dan langit dengan #Dinda. Tulisan Dani banyak mengharu biru perasaan. Sentakan-sentakan halusnya menyentuh kalbu, mengusik kesadaran akan keimanan, kemanusiaan dan hal-hal yang berbau filosofi. Aku suka ini, karena aku yang selama dua puluh tahun tertempa di dunia yang banyak berbicara tentang gerakan kemanusiaan. Rasaku terhadap Dani Satata, menemukan teman diskusi yang nyambung dan asik.

Selanjutnya aku lebih tertarik ngobrol di inbox. Dengan #Dinda lebih banyak membahas tulisan-tulisannya. Aku suka mengomentari tulisannya secara mendalam di bilik inbox. Menanyakan tentang cerita yang ada dibalik tulisannya, karena aku merasa semua tulisan #Dinda merupakan kata hatinya, cerita sejatinya. Bukan sekedar tulisan yang menggambarkan kepintaran dia berimajinasi saja. Aku yakin betul akan hal itu ... pokoknya yakin ngotot deh hehehe. Dan ternyata aku bisa membuktikan semua yang aku yakini dari #Dinda.

Inbox-ku dengan Dani yang paling asik dan gokil. Kita suka ngobrol yang aneh-aneh dan ajib, yang orang jarang membicarakannya. Seperti sepakat mengatakan Allah Maha Gila, Maha Sombong, Maha Iseng. Dani punya nama khusus dariku "Lowo Ijo" ini gegara dia bilang padaku "aku manusia dari kegelapan, yang suka mengisap daun-daun muda, aku bertempat tinggal di gua-gua, dan aku hanya ke luar pada malam hari." Tadinya aku bilang dia vampire, tapi kok aneh ya kalau di Indonesia ada vampire? akhirnya aku putuskan kasih nama dia "Lowo Ijo" panjangnya "Den Bagus Lowo Ijo" haha. Dan Lowo Ijo ini yang mengantarkan seorang perempuan cantik, halus, ramah dan baik hati. Yang belakangan aku ketahui dia seorang Doktor Psikologi, siapa lagi kalau bukan mbak Wiwi Ardhana. Aku Dani dan mbak Wiwi ini punya bilik khusus untuk ngobrol, yang kami beri nama "Kadarkum (Kadang sadar kadang kumat)" karena emang isi obrolannya kadang serius berbagi pengetahuan baru, kadang hanya ngobrol yang lucu-lucu dan saling ngebully saja. Tapi kami selalu menjaga etika dan tetap saling menghargai ... pokoknya asik punya deh hehehe.

Kembali ke soal aku akhirnya terjun ke dunia penulisan dan penerbitan, adalah efek dari intensitasku berkomunikasi dengan #Dinda. Sebagai penulis yang memiliki bakat, dia punya mimpi besar tentang dunia kepenulisan dan penerbitan. Dia ingin membuka sekolah sastra gratis untuk semua orang yang ingin belajar menulis. Dia ingin membantu para penulis pemula untuk menerbitkan tulisannya. Dia ingin melahirkan para penulis besar dan ternama dari tangannya, dari bekal secuil pengetahuan yang dia miliki di dunia tulis menulis. Mimpi besarnya ini sering berputar-butar dalam obrolan kami di inbox, sering berputar-putar dalam imajinasinya yang sering dia bagikan padaku.  

Untuk mewujudkan impiannya pertama aku sarankan agar dia keluar sebagai admin GPSP dan membuat akun group facebook sendiri. Sekalipun awalnya enggan akhirnya dia keluar juga. Dan pada 31 November 2014 dia membuat akun group facebook Dendang Indah Nada Sastra (DINS), yang saat ini baru memiliki dua ribu lebih member. Aku dijadikan admin pertamanya membantu dia mengelola group kecil ini. Sampai suatu saat pada tanggal 7 Desember 2014, dia nekad mendatangi rumahku di Tangerang dengan membawa rombongan. Kopdarku yang pertama dengannya ... sungguh ajaib Kuasa Allah.

Setelah Kopdar bulan Desember 2014, hubungan kami semakin dekat, semakin terbuka dengan semua masalah yang dihadapi. Akhirnya keinginan untuk mewujudkan mimpi #Dinda menjadi bahan diskusi intens antara aku dan dia. Sampai suatu ketika selepas salat malam, tiba-tiba tekadku menjadi bulat, bahwa aku akan menemani #Dinda mengejar mimpi besarnya itu. Mimpi yang sangat positif aku pikir. Sebagai generasi muda, di tengah-tengah kesibukannya sebagai pekerja di sebuah lembaga konsultan keuangan masih memikirkan tentang memelihara sastra Indonesia. Bahasa negara yang dia cintai. Dalam hal inilah yang membuat aku tergerak untuk menemaninya.

"Dinda, kalau misalkan aku siapkan uang 50 juta apa yang mau kamu lakukan?" tanyaku suatu ketika.

"Aku mau kontrak rumah di Semarang untuk kantor, di mana aku bisa menyimpan mesin cetak kecil yang bisa aku operasikan sendiri. Terus sebagian rumahnya aku jadikan taman baca yang ada cafenya, sekalian untuk ruang belajar," begitu dia menjawab dengan pasti dan meyakinkan. "Kenapa mom ... mau modalin aku?" ..."nggak aku cuman tanya doang" dia sewot denger aku jawab gitu hahaha.

"Dinda, aku mau nyariin modal untuk kamu untuk bikin usaha penerbitan, tapi syaratnya harus di Yogjakarta, bukan di Semarang," kali lain aku menawarkan dia.

"Di Yogjakarta udah kebanyakan mom, prospeknya bagusan di Semarang," alasannya.

"Nggak kamu harus di Yogjakarta, karena kamu tidak boleh jauh-jauh dari anakmu, kalau mau di Yogjakarta aku carikan modalnya, kalau nggak mau ya udah nggak perlu punya penerbitan sendiri." Aku memaksa hahaha. Hingga suatu saat dia mengatakan kepadaku, kalau dia sudah Bismillah untuk menetap di Yogjakarta.

Yang terjadi selanjutnya kami dapat pinjaman modal dari program UKM-nya mandiri cabang Citra Raya sebesar Rp 150.000.000. Dan DINS resmi menjadi sebuah CV yang bergerak di bidang penerbitan dan percetakan. Kami mengontrak sebuah rumah di daerah Sleman, yang dijadikan kantor, tempat tinggal dan tempat belajar. Dengan modal itu juga kami membeli 2 buah mesin cetak sendiri. Seorang member DINS kami rekrut menjadi pegawai di kantor--Wahyuu Deny Putra. Sedangkan DINS masih jadi group facebook sastra untuk belajar dan menjaring minat dan bakat menulis member, melalui project latihan penulisan mingguan.

Semoga aku dan Dinda bisa menjadi partner usaha, saudara seiring dalam mengejar mimpi besar. Bisa memberi manfaat kepada yang lain sesuai kemampuan kami.

Alhamdulillah semoga menjadi ladang amal, menjadi sumber inspirasi untuk yang lain. Dan menjadi usaha yang bekah.



Citra Raya, 25 Maret 2015
Happy Bird Day Domine Tabitha


 


TERPERANGKAP

Paras-paras bopeng tanpa topeng
menari dengan lidah menjulur-julur
menjilati api yang sedang menyala dan membakar hati
tertekuk tunduk pada pungguk merindu hempasan-hempasan nafas memburu

panas ... panas ... panas ...
membakar seluruh jiwa yang terlena, terjebak fatamorgana
memasung diri dalam kubangan dosa
menistakan diri menyerahkan seluruh harga yang tidak mungkin ditebus kembali
sekalipun seluruh isi langit dan bumi dijadikan maharnya

seringai iblis pembujuk mengejek dari kegelapan
mahkota ratu terjatuh ... pecah berkeping-keping hancur
hati menyesal pun sudah tidak ada gunanya
mata hati nanar menatap ... meratapi ruang hampa
sang arjuna durjana telah sirna menyisakan noda ternista
singgasana ratu terluka ... cinta tidak bersisa


Citra Raya, 19 Maret 2015
Dalam Luka Hati Yang Paling Dalam




Positif Dan Negatif Seorang P S I K O P A T



Psikopat atau Sosiopat
adalah: Suatu gejala kelaianan kepribadian yang dianggap berbahaya dan mengganggu masyarakat dan lingkungan. Bisa juga disebut kelainan kepribadian (Personality Disorders).
‪#‎Positif‬ dari Seorang Psikopat
1. Cerdas, dalam lingkungannya seorang psikopat adalah orang yang dianugerahi kecerdasan lebih dibandingkan dengan orang yang rajin belajar.
2. Memiliki perkiraan / tingkat akurasi yang kuat, setiap menebak sesuatu sangat akurat dan jarang meleset. Makanya seorang psikopat tidak bisa ditipu saat membeli buah-buahan.
3. Gaul, mengikuti trend dan banyak mengetahui sesuatu yang sifatnya booming, misalnya akan ada konser Justin Bieber, maka dialah orang pertama yang bisa mendapatkan tanda tangan dari JB.

‪#‎Negatif‬ dari Seorang Psikopat
1. Pandai berbohong, pandai merayu, pandai menipu, mengkhianati, dan sangat picik
2. Menganggap dirinya hebat dan menilai segalanya dilihat dari sudut pandang diri sendiri (egosentris). Makanya dia sering bergonta-ganti pekerjaan, pasangan, dan teman.
3. Beranggapan dirinya yang paling penting, harus diistimewakan, selalu ingin menjadi pusat perhatian. Dan menganggap orang lain lebih rendah darinya
4. Tidak perduli dengan orang lain dan tidak merasakan penderitaan orang lain. Membunuh tikus dan dan membunuh manusia baginya sama saja
5. Sering memperlihatkan perlakuan yang meledak-ledak (impulsif), sulit mengendalikan diri, mudah terpicu amarahnya, mudah bereaksi terhadap kekecewaan, kegagalan, kritik dan suka membesar-besarkan masalah
6. Kurang bertanggung jawab atas perbuatannya, cenderung menyalahkan orang lain, senang melakukan pelanggaran dan tidak pernah kapok walaupun sudah diberi peringatan ataupun hukuman
7. Manipulatif dan Curang, sering menunjukan emosi dramatis walaupun sebenarnya tidak bersungguh-sungguh (acting/pura-pura). Dia juga tidak memiliki respon fisiologis normal misalnya rasa takut yang menimbulkan keringat dingin bercucuran, jantung deg-degan, badan gemetar atau salah tingkah, hal itu tidak berlaku bagi seorang psikopat, dia akan tenang dan tetap dingin.
8. Hobby mencari musuh untuk diajak berkelahi, dan bertindak agresif bahkan membahayakan diri sendiri
9. Sering keluar rumah, dan tidak bisa tidur awal, bahkan cenderung tidak bisa tidur sama sekali. Dia juga tidak nyambung (tulalit, tidak faham dengan tema pembicaraan) jika diajak berbicara oleh orang lain
10. Biang kerok, hidup selalu merepotkan orang lain untuk kepuasan diri sendiri dan sikap antisosial. 

Cenderung menganggap semua orang di sekelilingnya adalah orang jahat
Pada tingkatan stadium akhir dari seorang Psikopat adalah MEMUTAR BALIKKAN FAKTA, namun orang lain cenderung percaya (pada mulanya) sebab dia memiliki kemampuan handal dalam berbohong dan merayu.

Note: Apakah penyebab dan gejala awal terhadap Psikopat? Faktor genetik, pergaulan, lingkungan ataukah apa? Dan apakah anda termasuk seorang psikopat stadium awal? ***Bersambung lain hari yah sob



Spring season in March 2015


RINDU KAKEK

Kakek aku rinduuu
dulu waktu kecil, kau ajak aku mendaki gunung bersamamu, waktu itu Kakek melarang aku mengeluh mengatakan capek. Bahkan ketika aku ngeri melihat lembah dari ketinggian ... Kakek menyuruh aku berbalik badan dan merangkak terus memanjat menuju puncaknya ....

Kakek ....
dari sejak engkau berpulang ke Surga, aku tidak punya tempat untuk menempa jiwa lagi. Namun demikian aku selalu ingat Kakek, ketika ingin mengeluh dan berucap capek ... aku tetap berjalan dengan kaki kurusku Kek ... waktu aku bersekolah kutempuh jarak 28 km pergi-pulang, tanpa mengeluh dan berkata capek, bahkan hingga aku tepar masuk Rumah Sakit selama dua bulan karena typus, aku tetap tidak mengeluh dan berkata capek ....

Kakek ....
hari ini perjalananku sudah setengah abad lebih, dan aku tetap setia pada ajaran Kakek "tidak mengeluh dan berkata capek" walaupun terkadang aku harus terseok menyeret kakiku yang terkulai tak bisa tegak, lantaran kepalaku sarat muatannya, lantaran hatiku dipenuhi jelaga kehidupan ... kumuh


Kakek ....
dulu engkau belum sempat mengatakan padaku, bahwa capek itu bukan lantaran kaki yang kecil harus menempuh perjalanan jauh ... tetapi membawa kepala yang sarat dengan pikiran itu yang membuat kakiku sering berat untuk beranjak. Bahwa capek itu juga ketika perasaanku tak merasa nyaman. Apa karena Kakek lupa atau aku harus mencari tahu sendiri?


Kakek ....
sore ini aku kehilangan rasa, aku tidak capek Kek ... tapi aku rontok ... karenanya aku sangat rindu Kakek ... hati dan pikiranku sedang mengais memori yang tersisa dari kebersamaan kita dulu ... aku berharap bisa melihat mata Kakek yang selalu menyalakan semangat, ketika menatapku ... menyentakan jiwaku untuk terus bangkit dengan perkataanmu yang tegas, yang getas ... dan dulu aku mengatakannya "Kakek galak!" itu Kakek lakukan ketika aku ketahuan berbohong soal apa saja ....


Kakek ....
mengapa dulu engkau selalu marah besar kalau aku yang masih berusia 5 tahun berbohong? apakah lantaran kelakuanku itu menyakitkan hati Kakek?

Kakek maafkan aku dan jangan beri aku karma karena kesalahan masa kecilku, aku mohon ampun Kek ....
Kakek salam untuk kakaku yang saat ini sudah terbaring di sampingmu juga. Karena setelah Kakek tidak ada dialah yang marah besar ketika aku ketahuan berbohong padanya ... sekarang aku baru menyadarinya mengapa kalian begitu marah ketika aku tidak jujur pada kalian berdua. Maafkan aku ....

 

Citra Raya di Ufuk Senja, 13 Maret 2015


MAITREYA


By: Lia Zaenab Zee
---------------------
Tentang uzur*1 yang 'tak bermata, 'tak bertelinga, 'tak berwajah. Meniadakan lengan pelukan pada Rakhman, Rakhim harmoni


Tersebab, Maitreya*2
Di bentarakan 'Dzat' yang menaungi segala petunjuk. Kerahasiaan dari ada ketiada


Terpaham, Rakhmat
Menjadi benang merah menghantarkan sifat Tuhan di arsy di bawah lengkungan langit berlapis-lapis. Memercik mayapada pada luruhan cinta hakiki. Atas Kuasaan-Nya jua:
''Kun Fayakun''*3 


Menempatkan ribuan syaraf neutron pembawa sifat di tetumbuhan sel segala ciptaanya, dilapal cinta: dikalamkan kurang lebih 409 ucapan, dalam Kitab Suci Qur'an:
Rakhmat-Kasih Sayang-Maitreya
Penyembuh segala yang dinamakan Derita-Kesakitan-Beda


Tentang, kasih sayang yang rentang memeluk dua jiwa kita, Sahabat. Tuturan qalam kalimat suciku dan Dharma Buddhamu adalah bisyarah*4 kasih sayang yang kita paham, memakna 

“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”*5 

Ihsan*5 ditegakkan pada buhul kasih sayang terbalur balutan aturanNya. Kukuh pada Iman. Damai bertoleransi merentang penerimaan dalam ramburambuNya 


Makassar,10 Februari 2015
---------------------
Note:
*1: halangan
*2: rakhmat, kasih sayang
*3: Jadilah, maka jadilah (± terdpt
di 7 surah berbeda 'Qs')
*4: Kabar gembira
*5: QS. Al Kafirun: 6
*6: baik, kebaikan

Intermezo ==»
Jawab Gautama Buddha tentang Maitreya akhir Zaman:
“Dia akan dikenali dengan
gelaran Maitreya.”


»Perkataan `Maitreya’ di dalam bahasa Sanskrit atau “Metteyya” di dalam bahasa Pali bererti dia yang memiliki sifat kasih sayang, belas kasihan, baik atau murah hati. Ia juga membawa makna seseorang yang pemurah dan mesra. Satu perkataan Arab yang membawa erti segala sifat yang tersebut ialah ‘Rahmat’. Di dalam Al-Quran (S Al Anbiyaa:21:107)
“Dan tiadalah Kami (Allah) mengutus kamu (Muhammad),
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”


Nabi Muhammad (Sallallahu Alai Wasalam) dipanggil dengan gelaran “dia yang bersifat kasih sayang atau rahmat atau ‘Maitreya’.

»Perkataan Belas Kasihan dan dia yang Bersifat Belas Kasihan disebut di dalam Al-Quran tidak kurang daripada 409 kali.

»Tiap-tiap Surah di dalam Al Quran bermula dengan perkataan yang amat indah sekali iaitu “Bismillah Hir-Rahman Nir-Rahim” yang bererti “Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang’.
Hanya Surah At Taubah (Surah 9) tidak bermula dengan perkataan Bismillah


»Perkataan Muhammad ada juga di eja “Mahamet” atau “Mahomet” atau ejaan yang lain dalam berbagai bahasa. Perkataan “Maho” di dalam bahasa Pali dan “Maha” di dalam bahasa Sanskrit bererti sangat baik atau besar atau sangat mulia dan masyhur dan perkataan “Metta” bererti belas kasihan. Maka perkataan “Mahamet” atau ”Mahomet” bererti Belas Kasihan Yang Amat Besar.


Sumber: Google
------------End---------