Tulisan ini aku persembahkan kepada adik bungsuku, sebagai dukungan atas rencana pernikahannya
Siang
itu, dalam kemacetan jalan raya Tangerang - Jakarta, tiba-tiba teleponku
berbunyi, aku melihat siapa yang memanggilku "Abah Baru" itu kode
nama untuk abahku di kampung, gara-gara dia ganti nomor telepon hehehe.
"Assalamu'alaikum," aku menjawab panggilan itu. "Apa kabar Abah?" "sehat"
abahku menjawab, "ibu bagaimana kabarnya," aku melanjutkan pertanyaan
"sehat juga" abahku menambahkan jawabannya.
"Ada
kabar apa bah?" aku ingin tahu apa yang ingin abah sampaikan, maksudnya
menelepon siang itu. "Adik bungsumu," "kenapa dengan dia?" aku tidak sabar ingin
tahu ceritanya. "Dia minggu yang lalu ngomongin soal mau melamar perempuan," "Iya,
terus kenapa?" aku menanyakannya lagi. "Belum ada kepastian sih, katanya
perempuannya ada tiga orang, adikmu akan melakukan istikharoh dulu untuk
meminta petunjuk," "oooh, aku pikir mau dilamar semua hehehehe," "ya udah kataku,"
tanpa jelas maksudnya.
"Begini ya, kalau entar adikmu udah jelas mau melamar siapa dan yang mana pilihannya,
kemudian jadi menikah, tolong abah dibantu ya, namanya menikah kan perlu biaya."
Entah kenapa, aku tiba-tiba saja jadi ingin marah, "ya biarkan saja Bah, dia kan
laki-laki, kalau dia sudah niat mau nikah, berarti dia sudah
mempersiapkan segala sesuatunya. Seorang anak laki-laki yang sudah berusia
lebih dari 30 tahun, kalau sudah niat berumah tangga seharusnya tidak menjadi
tanggungan orang tua lagi, jawabku ketus." "Ya tidak bisa begitu, adik kamu kan
belum bekerja, dia masih sekolah" "kalau begitu dia belum siap mempunyai
keluarga dong, terus mau apa pake pengen menikah segala?" jawabku tambah
garang. "Nggak bener dong kalau mikirnya gitu, kata Abahku" "ya logikanya kalau
dia sudah pengen menikah, berarti sudah siap dengan resiko sebagai kepala
keluarga, dan itu sudah tidak harus jadi tanggung jawab orang tua lagi, aku
tambah sengit" "biarkan dia datang sendiri, kalau butuh bantuan, Abah tidak
perlu mengurusinya."
Klik! abah mematikan telphon genggamnya. Aku ngebayangin bibir abah pasti mancung, karena manyun dan marah. Biar saja lah pikir ku. Aku sangat kenal abah ku, sedari kecil aku melihat abah sebagai seorang yang kurang peka terhadap perasaan orang lain. Paling tidak aku merasakan, sampai hari ini abah tidak pernah peka dengan perasaan aku. Begitu aku ngebatin sepanjang hari, sambil dongkol hik hik hik.
Klik! abah mematikan telphon genggamnya. Aku ngebayangin bibir abah pasti mancung, karena manyun dan marah. Biar saja lah pikir ku. Aku sangat kenal abah ku, sedari kecil aku melihat abah sebagai seorang yang kurang peka terhadap perasaan orang lain. Paling tidak aku merasakan, sampai hari ini abah tidak pernah peka dengan perasaan aku. Begitu aku ngebatin sepanjang hari, sambil dongkol hik hik hik.
Adik
bungsuku, sebetulnya sudah lebih dari dewasa. Dia yang dilahirkan tahun 1976,
kalau dihitung-hitung usianya sekarang sudah 37 tahun. Tapi entah kenapa dia
memilih hidup tidak jelas juntrungannya. Pernah kuliah di FISIPOL UNPAD jurusan Hubungan International, sudah smester akhir keluar, dengan alasan yang
tidak jelas sama sekali. Memilih aktif, dalam kegiatan komunitas pengajian dari
mesjid ke mesjid. Dari satu daerah ke daerah lain, bahkan dari satu negara ke
negara lain. Itu kegiatan bagus dan positif, tapi apakah hidup akan begitu
terus? tidak memiliki pekerjaan yang bisa dijadikan sumber penghasilan untuk
menghidupi diri sendiri, sekalipun. Selama ini masih menyandarkan kehidupan
financial dari pensiunan orang tua. Aku sungguh-sungguh tidak pernah paham dengan
jalan pikiran adikku yang satu ini. Apakah Allah ridho dengan tindakannya itu? Wallahu"alam.
Kalau bicara ngaji, harusnya adikku ini orang yang sangat paham ajaran agama. Apa adikku tidak pernah berusaha mencari makna dari teori kekuasaan Allah tentang jenis kelamin ya? coba perhatikan ayat ini, Al Quran, Surat Annisa ayat (34) Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Jelas sangat, bahwa sejak lahir laki-laki sudah diberi kekuasaan oleh Allah atas perempuan, karena fungsi dan peran mereka dalam keluarga, lebih dari perempuan, yaitu sebagai pemberi nafkah. Dan menurutku ini adalah persyaratan kepemimpinannya. Kalau persyaratan itu tidak terpenuhi, maka kepemimpinan itu juga tidak ada maknanya.
Adikku, dan juga para lelaki yang satu tipe dengan adikku, sadarlah kalian! bahwa
Allah telah memberi kalian kelebihan, maka sukuri itu. Buktikan bahwa kalian
pantas menjadi pemimpin, seperti ketentuan Allah dalam Al Qur'an. Jika kalian
menjadi pemalas, tidak mau menggunakan tenaga dan fikiran yang sudah Allah
karuniakan kepada kalian, sehingga membuat sejumlah perempuan dan anak, yang
menjadi tanggungjawab kalian hidup terlantar. Sungguh sangat tidak pandai
bersukurnya kalian, lebih dari itu sungguh sangat bodoh sekali kalian!
Jika
aku saat ini terus berjuang, meggunakan tenaga dan fikiran untuk menjemput
rezeki Allah, yang sudah Dia sediakan di atas permukaan bumi, di dalam lautan
dan bahkan di awang-awang. Bukan lantaran menafikan teori kekuasaan Allah
terhadap jenis kelamin, tetapi lantaran aku yakin bahwa Allah hanya akan
memberi rezeki kepada orang yang menjemput pemberian Nya itu. Dia tidak memberi
rezeki kepada orang-orang yang tidak mau menggunakan akal dan hatinya, untuk
melihat kebesaran dan kekayaan Allah.
Wahai
kaum lelaki, terutama adikku, akan sangat berdosa kalian, jika suatu saat
"Teori Kekuasaan Allah atas Jenis Kelamin" sebagaimana tercantum
dalam al Quran, terbantahkan oleh fakta, bahwa perempuan menjadi pemberi nafkan
bagi kaum laki-laki, dan perempuan menduduki posisi pemimpin, baik
di ranah rumah tangga maupun di ranah publik. Aku yakin, itu bukan lantaran
perempuan mengingkari ajaran Allah, tetapi lebih disebabkan karena kalian
lemot! tidak bertanggungjawab! dan tidak mensyukuri kekuasaan pemberian Allah,
sejak kalian dilahirkan.
Kepada Abahku, aku mohon maaf, karena tidak bisa memberikan bantuan uang untuk
perkawinan adik bungsuku. Tetapi aku akan tetap mendoakannya, agar Allah
memudahkan segala urusannya. Bukan lantaran aku tidak mencintainya, karena dia
masih punya akal yang sehat untuk dia gunakan meraih rezeki Allah dengan tenaganya.
Abah
yang aku hormati, aku sudah memilih, hanya akan membantu Abah, untuk mengurusi
keluarga adik laki-lakiku yang hilang akal, itupun hanya sampai dia menjadi sembuh.
Karena kehilangan akal, maka sangat sulit bagi dia untuk mencari rezeki, untuk
menghidupi dirinya dan mengurusi 4 orang anaknya.
Aku akan mendukung anak-anaknya, yang tidak pernah minta dilahirkan dari pasangan orang tua yang hilang akal. Karena mereka tabah dan berani berjuang untuk menjalani masa kanak-kanaknya yang sangat berat itu. Ini saja sudah membuat aku malu kepada Allah. Sungguh jauh panggang dari api, cara kita menjalankan ajaran Nya. Walllahu'alam Bissowab.
Astaghfirallahaladziim,
semoga Allah mengampuni kita semua, amien.
Semoga
tulisan ini bisa memberi manfaat, kepada siapapun. Terutama kepada adik bungsuku, jika dia sempat membacanya.
Tangerang,
24 Agustus 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar