Move-ON Jangan O-ON

Perubahan (Move-ON), kalimat yang sering digembar-gemborkan dengan lantang, mudah, murah plus dengan gaya keminter. Tapi kita selalu bingung ketika ditanya, apa yang ingin dirubah? perubahan seperti apa yang akan dilakukan? jawabnya "ya yang penting berubah, gak kaya sekarang ini". Sekarang ini kaya apa memang? lagi-lagi pasti kita bingung dan tidak punya diskripsi yang jelas tentang hari ini "pokoknya sekarang ini kacau, pemimpinnya gak bener, harus diganti" biasanya kita mencercau, kaya orang ngelindur, hahahahahaha

Untuk melakukan sebuah perubahan, pastikan kita memiliki peta kondisi yang ada saat ini, secara riel dan objektif (mengakui plusnya, selain sejuta minusnya). Yang kedua pastikan, kita memiliki visi (impian/cita-cita) yang realistis, untuk menggantikan kondisi yang ada saat ini. Visi ini harus nyata (realistis), bisa diukur dengan waktu yang tersedia, dengan sumber daya yang ada dan dengan sumber dana yang kita punya.

Contoh Visi yang gak jelas "Ingin mensejahterakan seluruh buruh Indonesia" apa bentuk kesejahteraannya, buruh yang mana saja yang mau disejahterakan, kapan itu kesejahteraan akan dicapai dan dirasakan buruh? Visi ini hanya enak didengar, tapi gak jelas wujudnya, gak kebayang  gimana cara mengusahakannya.

Kalau Visi nya sudah pasti dan jelas, selanjutnya tentukan kegiatan-kegiatan apa saja yang akan dilakukan (Acti-ON) untuk mewujudkan visi tersebut. Apa saja kegiatannya, bagaimana tahapan-tahapan melakukannya, dimana akan dilakukannya, dari kapan sampai kapan akan dilakukannya.

Tahapan kegiatan-kegiatan (Acti-ON) sudah jelas, pastikan bahwa kita memiliki Passi-ON (bakat, minat dan keahlian) yang memadai untuk melakukan seluruh kegiatan dalam upaya mewujudkan visi kita. Untuk itu kita perlu melakukan Collaborati-ON dengan sumber daya dan sumber dana yang bersedia melakukan seluruh rangkaian kegiatan untuk mewujudkan visi kita tersebut.

Pastikan bahwa semua pihak yang ber-Collaborati-ON dengan kita memiliki pemahaman yang sama terhadap Visi kita, memiliki passi-ON yang dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita/impian kita, bersedia menjadikan visi kita sebagai visi bersama. Jika semua ini bisa dilakukan dengan konsisten sesuai rulenya, semestinya perubahan (Move-ON) yang kita inginkan akan terwujud, sesuai dengan waktu yang kita tentukan.

Ingat! bicara Perubahan (Move-ON) kita harus memiliki: Visi-ON, Acti-ON, Passi-ON dan Collaborati-ON 
 
"Salam Perubahan, Menuju Buruh Indonesia Lebih Baik"
Penting bagi yang pengen banget ‪#‎JADIPEMIMPIN‬
 
Tangerang, 30 Maret 2014

BINATANG ANEH "HARGA DIRI"

Dulu aku sering ngomong kepada kawan ku, bahwa menghadapi persoalan hidup itu harus punya sikap yang kuat, teguh dalam memegang prinsip, karena dengan cara itu kita memiliki harga diri. Terus aku sering diselorohi kawan-kawan ku juga, berapa sih harganya dirimu? hahahaha, iya juga ya

Harga diri itu apa ya maknanya bagi seseorang? sama kah untuk setiap orang? orang sering marah besar karena merasa tidak dihargai oleh orang lain. Bahkan soal harga diri ini tidak jarang menyebabkan orang bunuh-bunuhan. Lalu kalau ada orang yang membunuh karena persoalan harga diri, masihkah dirinya berharga, setelah melakukan pembunuhan yang katanya terpaksa dilakukan karena membela harga diri?

Menyangkut harga diri juga katanya, kalau dikritik atau diberi masukan oleh bawahan atau rakyat langsung menerima. Harusnya menolak, kalau perlu marah, kan kita pemimpinnya, kita yang punya kuasa. Kenapa bawahan yang harus mengatur hidup kita? konon katanya sikap itu juga perlu diperlihatkan untuk menjaga wibawa dan harga diri pimpinan, hehehehe.

Ada orang yang merasa kaya banget, lalu dia menolak untuk bergaul dengan orang-orang biasa (biasa miskin), itu juga karena alasan harga diri katanya. Ada juga orang-orang yang merasa pinter banget, menolak bergaul dengan orang-orang biasa (biasa dianggap bodoh), itu juga demi harga diri, hihihihi.

Binatang harga diri ini memang aneh, sering membuat manusia bertindak dan berperilaku, yang tidak patut dihargai. Untuk menjadi kaya banget, bertindak maling (korupsi). Untuk kelihatan paling pintar, membodohi sesamanya. Bukankah harga diri itu nampak menjadi aneh?

Aneh memang, kita itu sering membicarakan sesuatu yang kita sendiri tidak faham maknanya. Lebih aneh lagi kita juga sering membela sesuatu atau seseorang yang tidak kita fahami keberadaan manfaatnya untuk kita.

Aneh, tiba-tiba saya ingin menulis tentang binatang aneh "Harga Diri"

Tangerang, 22 Pebruari 2014



MENIKMATI HARI-HARI, TANPA BEBAN

Satu bulan sudah berlalu, dari sejak aku dipensiunkan oleh sistem rekrutment kepemimpinan dalam organisasi, dimana selama 19 tahun aku mengabdikan diri pada perjuangan "Gerakan Serikat Buruh".

Minggu pertama aku nikmati sebagai waktu-waktu untuk istirahat, mengistirahatkan saraf dari kepenatan berfikir keras, yang aku lakoni selama itu, tanpa henti tanpa pernah berpaling kelain hati hehehe.

Minggu kedua, aku mulai menata ulang struktur logika ku, memetakan rencana-rencana kegiatan yang akan aku jalani pada hari-hari berikutnya. Aku akan memasuki komunitas yang berbeda, yang selama satu tahun sudah aku ikuti secara sambil lalu. Langkah pertama yang aku lakukan mengikuti STIFIn WSLP, di Jl. Swadaya II Pasar Minggu Jakarta Selatan, selama 3 hari. Untuk mendapatkan lisensi promotor resmi dari penemu STIFIn. Bahwa setelah ini, dengan predikat lulus dan bersertifikat aku bisa menjadi promotor resmi STIFIn, terutama untuk wilayah Banten. Karena aku sendiri masuk Tim Kerja Rumah Stifin Banten (RSB). 

Situasi ku saat ini sama persis seperti ketika aku baru pertama kali jadi Tim Kerja DPP SPN (dh/FSPTSK) pada tahun 1999. Statusnya berjuang menumbuhkan, mengembangkan dan membesarkan organisasi.  

Seiring dengan itu, dalam perjalanan kali ini aku juga bertemu dengan komunitas bisnis V-Pay-jasa transaksi kebutuhan primer masyarakat, diantaranya penjualan pulsa telphon celuller, pembayaran tagihan listrik, tagihan air, tagihan telphon kabel, bahkan sampai tagihan PBB dan KPR BTN. 
 
Yang membuat aku tertarik dari bisnis ini karena kepraktisannya. Bisnis dengan investasi hanya RP 275.000,- dijalankan dengan alat kerja telphon celuller saja. Tidak butuh ruangan kerja khusus (toko) dan juga waktu secara khusus berjam-jam di suatu tempat. Bisnis bisa dilakukan di mana saja, sambil apa saja, bahkan sambil istirahat atau tidur-tiduran bisa menjalankan bisnis. Menjanjikan penghasilan cukup besar, jika menjalankannya dengan tekun dan serius hehehehe "tentu saja atuh"

Hal menarik lainnya dari bisnis ini, dikendalikan langsung oleh seorang Ustadz Yusuf Mansyur (UYM), memang kedengarannya agak naif gitu ya hehehe, tetapi faktanya aku emang menjadi jatuh yakin, karena label UYM itu, serius! 

Visi UYM dalam menjalankan bisnis ini "Membeli Indonesia Kembali dengan Indonesia Berjamaah". Sebagai bagian anak bangsa UYM sadar betul, bahwa hampir seluruh BUMN dan per-Bankan Indonesia sudah dimiliki bangsa asing, apalagi yang kita punyai? sudah hampir ludes, tergadaikan .................

Bisnis ini bisnis uang recehan. Bagaimana menghimpun biaya administrasi yang selama ini dikeluarkan oleh masyarakat dalam semua transaksinya-dari pembayaran tagihan listrik, telphon, pembelian pulsa, beli tiket KA, pesawat, tagihan kartu kredit, e-banking dsb, menurut menteri BUMN jumlahnya tidak kurang dari 32T/bulan dan semuanya dinikmati oleh para provider, bank dan lain-lainnya, yang nota bene semuanya milik orang asing. Keprihatinan menteri BUMN atas kondisi ini ditangkap UYM sebagai peluang bisnis, sekaligus cara mengembalikan uang recehan itu kepada masyarakat yang melakukan transaksi, dalam bentuk cashback.

Bisnis ini bernama VSI, yang sistemnya dijual bebas kepada masyarakat umum dengan harga hanya Rp 275.000,-. Dengan menanam modal tersebut kita akan mendapatkan ID yang merupakan lisensi, di mana kita punya hak untuk menjadi bagian dari bisnis dan mengoperasikannya di seluruh wilayah Indonesia. Bisnis ini bisa kita miliki seumur hidup, dan dapat diwariskan kepada keluarga. 

Alhamdulillah, terus terang aku merasa bersyukur bertemu dengan komunitas bisnis ini. Bisnis kaum duafa, yang bisa dijalankan oleh siapa saja, dari kalangan mana saja. Tidak membedakan status sosial, ekonomi dan politik, semuanya bisa dan boleh, Indonesia Berjamaah.

VSI bergerak dalam: Bidang Jasa Transaksi, Mempermudah Pemenuhan Kebutuhan Primer Sendiri (Litrik dan Pulsa) dan Membangun Jaringan Bisnis.

Memindahkan transaksi V-Pay anda ke VSI, selain akan menerima cashback, sama juga dengan ikut berjamaah untuk mengembalikan kedaulatan ekonomi kepada rakyat Indonesia. Kita bisa berbagi, bersedekah, berdakwah secara berjamaah. 

VSI merupakan langkah kecil untuk mengambil Indonesia kembali dari tangan bangsa asing, dengan berjamaah mengumpulkan uang recehan, yang akumulasi jamaahnya, minimal 10juta orang. Semoga Allah meridhoi niat mulia setiap anggota jamaah VSI, Insya Allah, Aamiin. 
Wallahu'alam Bissowab.

Untuk yang ingin mengetahui VSI secara lengkap, silahkan mengunjungi situs resminya di: www.klikvsi.com. Di dalam situs juga ada agenda sosialisasi, sehingga kawan-kawan bisa mendengarkan secara live, di tempat-tempat yang dekat dengan tempat tinggal kawan-kawan. 

Selamat bergabung! Tetap semangat! #SalamSuksesMulia

Tangerang, 18 Pebruari 2014


DOA YANG SAMA, DOA YANG NYATA

Ini tentang menit-menit terakhirku, di masa akhir kepemimpinanku pada salah satu serikat pekerja di Indonesia

H-1 menjelang kongres aku menulis status dalam akun facebookku, dalam sebentuk doa "Bismillahirrohmannirrohiim, hanya dengan nama Mu Yang Maha Pengasih Maha Penyayang, kehidupan manusia bisa berjalan dengaan baik dan benar. Memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi sesama adalah kehendak Mu ya Rabb, jika hal itu tidak kudapatkan lagi dalam rumah ini, maka inilah kehendak Mu yang terbaik dan terbenar. Hindarkan aku dari seluruh kejadian yang membawa mudharat dan sia-sia, bagi diriku dan bagi sesama. Tidak ada penolong yang lebih baik selain dari Mu ya Robb. Aku pasrahkan seluruh urusan hidup dunia akhiratku, hanya pada Mu, tidak kepada apa pun dan tidak kepada siapa pun. Aamiin, Ya Robbal'alamiin #kongress"

Tanggal 5 Januari 2014 pukul 08.00 pagi aku tiba di Marbella Hotel untuk mengikuti acara Kongres Serikat Pekerja. Setelah bertegur sapa dengan beberapa kawan Jawa Timur yang baru tiba, dan menyapa beberapa panitia yang sedang sarapan, aku langsung masuk ke sebuah kamar untuk numpang mandi. Maklum aku nyubuh dari rumah, gak pake mandi dulu hehehe.

Di kamar aku ngobrol dengan kawan seperguruan; melihat dia menangis, entah karena apa? mestinya dia sebagai orang Thinking extropert (Te) tidak harus secengeng itu. Sambil menghibur aku ngomong asal "silahkan Ci menangis sekarang, daripada nanti ketika terjadi apa-apa denganku kamu menangis, malu kan dilihat orang banyak" masih dengan berurai air mata dia tertawa, sambil menyahut seperti biasanya "iya bu" hehehe, ada-ada aja Ci.

Sedang asik mengobrol abahku telphon, kuterima Assalamu'alaikum abah "Alaikumsallam" jawab abah "udah sampe Anyer?" tanya abahku, udah bah, jawabku. "Kamu tetep maju jadi calon ketua umum di kongres itu?" Insya Allah bah, saya tetep maju untuk menghormati perjuangan kawan-kawan perempuan saya, "ya udah doanya gini aja, jika menjadi ketua itu bakal mendatangkan kemaslahatan dan manfaat bagi kehidupan kamu, keluarga dan masyarakat buruh, maka jadilah kamu, tetapi jika itu tidak membawa kemaslahatan apapun dan bagi siapapun, maka kamu akan dijauhkan dari urusan itu" Aamiin jawabku, mengamini do'a abahku.

Acara demi acara aku ikuti, hingga akhirnya pemilihan Ketua Umum dilakukan. Pendukung aku istiqomah, persis sebanyak yang mencalonkanku; cukup enam orang saja, karena aku juga istiqomah setia kepada jumlah pendukungku, tidak kampanye, tidak membujuk siapapun, apa lagi menyuap siapapun untuk memilihku, bhahahahahaha *ke-pedean

Aku merasa harus melakukan uji coba kepada buruh perempuan yang menjadi delegasi kongres, apakah mereka punya keberanian untuk independent, memilih pemimpin perempuan sebagai strategi penting untuk memajukan dan memperjuangkan hak-hak mereka sendiri ? atau sudah cukup dengan menjadi pengikut, yang jinak dan manis saja, dari kehendak kaum yang lainnya ?

Nyatanya doa abahkusama persis dengan status facebookku yang aku tulis subuh-subuh. Dan kenyataannya sama dengan keputusan hari itu, bahwa namaku tidak ada lagi dalam jajaran kabinet kepemimpinan baru hasil kongres, untuk 5 tahun ke depan. Sahabat-sahabat seperguruanku dan beberapa perempuan nangis bombay rame-rame. Bahkan hingga tulisan ini aku buat, cerita ketakjuban kawan-kawanku dari Jawa Tengah dan beberapa daerah lain, tentang kenapa aku tidak masuk dalam kabinet kepemimpinan lagi masih rame diperbincangkan. Alhamdulillah, terima kasih ya Robb aku tidak kehilangan cinta sahabat-sahabatku, meskipun begitu banyaknya kehilafan kuperbuat kepada mereka selama 5 tahun terakhir ada di tengah-tengah mereka.

Sahabatku, kemenangan itu bukan hanya tahta dan mahkota. Kemenangan itu bisa juga kekalahan meraih suara, tetapi kita terhindar dari hari-hari yang masih rahasia, yang bisa jadi lebih baik aku hindari dari sejak hari ini. Kemenangan bagiku, bisa jadi ketakjuban kalian tentang ketidakhadiranku, di rumah kita, dan kecintaan serta doa yang tidak kalian putuskan kepadaku. 

Sahabatku, lihatlah Sang Khaliq begitu banyak merahasiakan Hikmah dari mata kepala kita, tetapi Dia menerangkannya kepada mata bathin kita. Maka jangan menghindari Nya, mari kita gunakan mata bathin kita untuk melihat keagungan Nya, agar kita tidak lupa diri.

Sahabatku terima kasih selama 15 tahun sudah mendukung aku dalam menjalankan tugas, hingga aku menjadi kuat berada di tengah-tengah kalian. Hidupku terasa bermakna memiliki sahabat-sahabat seperti kalian, karena dalam setiap pertemuan kita, dalam setiap percakapan kita, kalian selalu memberikan pencerahan kepadaku, tentang makna kehidupan. Betapa berharganya waktu-waktu yang aku lewati bersama kalian.

Sahabatku, kita songsong masa depan yang lebih baik dengan optimis dan penuh semangat. Tidak akan ada perubahan, jika kita tidak melakukannya sendiri. Berjuanglah terus, jangan pernah lelah! Aku tetap bersama dalam gelora semangat kalian. Jauh di lubuk sanubari, kusimpan seluruh rasa cinta dan persahabatan kita yang kita bangun selama ini.

Jadilah perempuan-perempuan tangguh yang mandiri dan tidak kenal menyerah! 

Salam pembebasan!!

Tangerang, 8 Januari 2014

"untuk semua sahabat muda, perempuan-perempuan SPN se-Indonesia"

APA GUNANYA KONGRES BU?!



Apa sih bu gunanya kongres untuk anggota yang paling bawah? Pertanyaan aneh dan menggelitik, sekaligus memperihatinkan. Ternyata anggota itu belum mengenal secara utuh organisasinya, pantas saja kalau selama ini selalu menjadi bulan-bulanan kebohongan "oknum". Sayang……….


Dalam organisasi, semua tindakan dan perbuatan dalam upaya pembelaan dan perlindungan anggota harus diputuskan dalam rapat-rapat organisasi, demikian diatur dalam AD/ART organisasi.



Rakor (Rapat Koordinasi Organisasi)

Untuk menyikapi hal-hal yang berkembang dan diperkirakan akan membahayakan anggota, sekurang-kurangnya harus dirapatkan per-tiga bulan sekali, dalam keadaan darurat bisa dilakukan rapat sesering yang dibutuhkan. Semua hal yang diputuskan dalam rapat harus disampaikan kepada seluruh perangkat di atasnya dan atau di bawahnya. Termasuk keputusan untuk melakukan mogok kerja atau aksi unjuk rasa, jika dalam melakukan pembelaan dan perlindungan terhadap anggota tindakan itu yang dibutuhkan. Rapat ini kalau di PSP dilakukan oleh pengurus dan dihadiri oleh para PA.  Kalau di Kabupaten/Kota dilakukan oleh pengurus DPC dihadiri oleh para pengurus PSP di daerah yang bersangkutan. Di propinsi dilakukan oleh DPD dan dihadiri oleh pengurus DPC se-propinsi yang bersangkutan.


Kenapa harus disampaikan? Karena itulah system komunikasi formalnya organisasi, melalui surat menyurat. Pentingnya agar semua perangkat bisa saling berkoordinasi, dalam upaya memberikan pembelaan sesuai dengan proporsinya.


Proporsi PSP melakukan pembelaan berhadapan langsung dengan pengusaha, proporsi DPC melakukan pembelaan mendampingi PSP berhadapan dengan mengusaha, mengajukan tuntutan untuk intervensi kepada pemerintah melalui dinas tenagakerja setempat. Proporsi DPD melakukan pembelaan melalui koordinasinya dengan dinas tenagakerja propinsi untuk melalukan intervensi melalui kebijakan wilayah propinsi. 

Proporsi DPP melakukan koordinasi dengan kantor menteri tenagakerja RI untuk melakukan intervensi melalui kebijakan pusat agar memerintahkan disnaker propinsi dan kabupaten/kota melakukan tindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha terhadap anggota SPN di perusahaan yang bersangkutan. Dalam kasus PHK massal, biasanya organisasi membuat tim pembelaan terpadu yang melibatkan seluruh perangkat. Selama ini sepanjang prosedurnya berjalan, hal ini dilaksanakan oleh organisasi.


Raker (Rapat Kerja Organisasi)

Dilakukan setiap satu tahun sekali, tujuannya untuk meng-evaluasi kerja pengurus selama satu tahun, baik kegiatan-kegiatannya maupun pengeluaran dana organisasi yang dikelola dari iuran anggota. Dalam Rapat Kerja ini juga, disusun program kerja, dan dibuat juga Rencana Pendapatan dan Belanja Organisasi untuk satu tahun kedepan.


Rapat ini kalau di pabrik namanya Rakerta, dilaksanakan oleh PSP dihadiri oleh para perwakilan anggota dari setiap bagian (line) di dalam pabrik. Kalau di kota/kabupaten namanya Rakercab, yang melaksanakan DPC dihadiri oleh para pengurus PSP, bisa juga perwakilan anggota.  Di tingkat propinsi namanya Rakerda, dilaksanakan oleh DPD dihadiri oleh para pengurus DPC dan perwakilan dari PSP se-wilayah propinsi. Sedangkat di tingkat pusat namanya Rakernas, dilaksanakan oleh DPP dihadiri oleh para pimpinan DPD dan DPC, bisa juga perwakilan anggota dari tingkat PSP.


Kongres

Dilakukan pada akhir periode kepengurusan. Untuk melaksanakannya perlu dibentuk panitia khusus, yaitu panitia kongres. Kalau di tingkat nasional panitianya dibentuk pada acara Rakernas/Majenas terakhir dan disahkan dengan SK pimpinan DPP. 

Agenda Kongres: pertama menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengurus dalam satu periode kepemimpinan, kedua: menyusun program kerja, RAPBO dan Rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh pimpinan satu periode mendatang. Ketiga: memilih Ketua Umum/Ketua DPD/Ketua DPC/Ketua PSP SPN yang baru untuk satu periode kedepan.


Kalau di tingkat pabrik namanya Konferta (Konferensi Anggota), Ketua baru dipilih oleh seluruh anggota, Konfertanya dihadiri oleh pengurus PSP dan seluruh Perwakilan Anggota (PA), Ketua dan sekretaris DPC hadir sebagai Narasumber dan melakukan penyumpahan dan pelantikan pada ketua terpilih dan pengurus baru, untuk satu periode mendatang.


Di tingkat Kabupaten/Kota namanya Konfercab (Konferensi Cabang), ketua cabang baru dipilih oleh delegasi yang hadir dari seluruh PSP, yang jumlahnya ditentukan oleh jumlah anggota di pabriknya masing-masing. Ketua dan sekretaris DPD hadir sebagai Narasumber dan pengambil sumpah serta janji ketua dan pengurus DPC baru untuk satu periode mendatang.


Di tingkat Propinsi namanya Konferda (Konferensi Daerah), ketua baru di tingkat propinsi dipilih oleh delegasi dari DPC dan PSP yang berada di wilayah propinsi yang bersangkutan, jumlahnya sesuai dengan jumlah anggota di PSP dan DPC sebagaimana diatur dalam AD/ART. Ketua dan sekretaris DPP hadir sebagai Narasumber dan pengambil sumpah serta janji ketua dan pengurus baru untuk satu periode mendatang.


Di tingkat pusat namanya Kongres, proses pemilihan ketua baru melalui rapat koordinasi anggota di tingkat PSP, diseleksi dalam rapat koordinasi cabang di DPC, ditetapkan dalam rapat koordinasi daerah, selanjutnya disampaikan kepada panitia SC sebagai Bakal Calon Ketua Umum. Panitia SC akan melalukan seleksi administrative (sesuai ketentuan AD/ART) selanjutnya panitia SC akan menetapkan dan mengumumkan kepada halayak, sebagai calon ketua umum yang akan maju dalam pemilihan pada kongres yang akan dilaksanakan.


Pertanyaannya balik ke atas, apakah gunanya kongres untuk anggota di tingkat bawah? Tergantung bagaimana anda mendapatkan informasi tentang kongres ini, tergantung bagaimana anda mau menggunakan forum ini, sebagai sebuah strategi untuk melakukan perjuangan, melakukan perubahan terhadap kondisi kerja anggota di dalam pabrik. Bukankah anda selalu menanyakan apa peranannya perangkat organisasi untuk memperjuangkan nasib anggota?


Mungkin perubahan strategi bisa dilakukan mulai dari memilih pemimpin baru, meletakan perioritas-perioritas persoalan dalam program kerja dan rekomendasi organisasi hasil kongres. Merencanakan pendapatan dan belanja organisasi dengan lebih cermat, sebesar-besarnya berorientasi untuk dana perjuangan organisasi, dalam rangka meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan anggota.


Silahkan suara dan aspirasi anda dititipkan pada delegasi yang anda utus dari tempat kerja anda.


Salam perjuangan!! Dalam satu hati, satu tekad dan satu tujuan! #Kongres




UPAH BURUH UNTUK KEKUATKAN EKONOMI MASYARAKAT

Gunjang ganjing aksi demo buruh di seluruh Indonesia, yang dimulai bulan September hingga kini masih belum usai, karena kabupaten Serang, di wilayah propinsi Banten masih akan melakukannya yanggal 9 Desember, lusa. Demo konstan ini seluruhnya difokuskan pada kenaikan upah minimum tahun 2014.

Tuntutan yang digaungkan UMK 2014 harus naik 50%, untuk wilayah Jabodetabek diserukan 3,7 juta sebagai harga mati. Hal ini merujuk pada kenaikan harga-harga akibat kenaikan BBM, yang tidak tertolakan pada pertengahan tahun 2013.

Aksi terdahsyat tahun 2013, terjadi pada tanggal 3 Desember 2013, dilakukan oleh tiga daerah Kota dan Kabupaten di wilayah Banten (Tangerang Raya dan Serang Raya), diperkirakan ada 100 ribu buruh turun ke jalan, memblokir seluruh ruas jalan tol Jakarta - Merak dan Bandara Soekarno-Hatta. Selain kemacetan sehari penuh, banyak cerita menegangkan dan mengagumkan juga. Ada cerita beberapa demonstran pingsan karena diterjang gas air mata, ada buruh yang dipentung dan dikurung di kantor polisi. Bahkan ada seorang ibu yang akan dibawa ke rumah sakit bersalin, untuk dioperasi karena baby nya sungsang, melahirkan dalam jebakan macet dengan normal, dan baby nya berputar posisi menjadi tidak sungsang lagi, Subhanallah, menakjubkan dan lucu juga hahahaha.

Mengingat-ngingat itu saya jadi senyum-senyum sendiri, ada serangkaian dialog dalam pikiran saya, dalam andai-andai keterbukaan, keadilan dan kebersamaan, rasanya indaaaah...........

Jumlah buruh formal di Indonesia diperkirakan ada sekitar 38 juta orang, selain sebagai "alat vital produksi" yang mampu menggerakan mesin produksi, menghasilkan barang berlimpah, kelompok buruh ini juga merupakan pasar yang sangat besar, dan menjanjikan keuntungan besar juga untuk perdagangan. Tapi kelompok buruh ini hanya bisa mendatangkan keuntungan yang besar, kalau mereka juga punya penghasilan yang besar (baca layak)

Kelompok buruh yang jumlahnya 38 juta orang tersebut, juga akan memberikan kontribusi jauh lebih besar pada pertumbuhan ekenomi Indonesia, jika mereka berpenghasilan tinggi, dibandingkan dengan yang dilakukan oleh kaum konglomerasi, kelompok penguasa (pejabat), golongan kaya di Indonesia. Selain jumlah mereka tidak sebanyak buruh, mereka juga punya "Trend Live Style" luar negeri mainded. Segalanya harus made in luar negeri, pakaian, kosmetik, kesehatan, bahkan hanya sekedar ngopi dan ngobrol saja pake ke Singapur. Dan tidak sedikit yang membeli properti di luar Indonesia.

Buruh Indonesia akan membelanjakan seluruh upah dan penghasilannya di negerinya sendiri, bahkan membawanya pulang ke kampung halaman. Budaya mudik atau pulang kampung, merupakan sirkulasi yang efektif untuk melakuakn pemerataan pembangunan ekonomi masyarakat, melalui buruh. 

Jika saja pemerintah belum terjerat oleh politik "Balas Budi" kalau gak mau dibilang terjerat "Rentenir Global" tentunya pemerintah bisa membangun ekonomi negeri bersama masyarakat buruh. Intervensi dan keberpihakan pemerintah terhadap perbaikan upah buruh, perbaikan kondisi kerja yang lainnya, tentu saja akan memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian bangsa. Bahkan perusahahaan-perusahaan branding bisa menjual 50% barangnya di Indonesia, karena masyaraakat Indonesia akan menjadi konsumennya. Bukan kah kondisi itu akan jauh lebih menguntungkan?

Belum sumbangan dari pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. Kita bisa menanam semuanya, mengolah semuanya, sekaligus menjual kepada penduduk negeri sendiri. Jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 250 juta jiwa, itu merupakan pasar dalam negeri yang mampu membangun negerinya sendiri. Amazing!

Negeri kita sudah terjebak dalam "Hutang Jasa pada Rentenir Global" sistem pemerintahan kita dikendalikan oleh para pemilik modal global, sistim perdagangan dan industri, sistim pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan, semuanya harus patuh dan mengikuti kehendak negara para pemodal (baca rentenir). Bahkan bagaimana memperlakukan rakyat sendiri, buruh, petani dan nelayan harus seperti apa yang dimaui para negara rentenir itu. Dengan cara apa diaturnya? tentu saja melalui sistem legislasi (perundang-undangan) negara. Pemerintah dan DPR, akhirnya mereka sama saja, hanya menjadi robot kekuatan asing, dan kita menjadi rakyat yang dijajah asing, melalui kekuasaan pemimpin yang kita pilih sendiri. Kalau gak bisa dibilang "Gaya Bunuh Diri Modern" hehehehe.

Tidak ada kata terlambat untuk kaum buruh, menyadari kondisi ini. Serikat buruh yang sehat, yang paling mungkin untuk dijadikan kendaraan perjuangan untuk melakukan perlawanan. Buruh yang terorganisir dengan baik, memiliki sumber keuangan yang independent, harus dibangun militansinya untuk menggalang perjuangan melawan neolibralisasi, bukan hanya dalam lingkaran tembok pabrik, tetapi di gedung-gedung yang memproduk kebijakan untuk mengatur kehidupan rakyat. Wallahu'alam Bissowab

Andai saja, kita bisa bangkit bersama melakukan perlawanan ..........................

Salam perjuangan untuk kaum buruh!!

Jakarta, 7 Desember 2013 

TAN MALAKA #2

"Sebagai pemimpin revolusi Soekarno semestinya mengedepankan perlawanan gerilya ketimbang menyerah. Perundingan hanya bisa dilakukan setelah ada pengakuan kemerdekaan Indonesia 100% dari Belanda dan Sekutu"

Tan tak pernah menyerah. Mungkin itulah yang membuatnya sangat kecewa dengan Soekarno-Hatta yang memilih berunding dan kemudian ditangkap Belanda. Tan berkukuh, sebagai pemimpin revolusi Soekarno mestinya mengedepankan perlawanan gerilya ketimbang menyerah. Baginya, perundingan hanya bisa dilakukan setelah ada pengakuan kemerdekaan Indonesia 100 persen dari Belanda dan Sekutu. Tanpa itu, nonsens.

Sebelum melawan Soekarno, Tan pernah melawan arus dalam kongres Komunisme Internasional di Moskow pada 1922. Ia mengungkapkan gerakan komunis di Indonesia tak akan berhasil mengusir kolonialisme jika tak bekerja sama dengan Pan-Islamisme. Ia juga menolak rencana kelompok Prambanan menggelar pemberontakan PKI 1926/1927. Revolusi, kata Tan, tak dirancang berdasarkan logistik belaka, apalagi dengan bantuan dari luar seperti Rusia, tapi pada kekuatan massa. Saat itu otot revolusi belum terbangun baik. Postur kekuatan komunis masih ringkih. "Revolusi bukanlah sesuatu yang dikarang dalam otak," tulis Tan. Singkat kata, rencana pemberontakan itu tak matang.

Penolakan ini tak urung membuat Tan disingkirkan para pemimpin partai. Tapi, bagi Tan, partai bukanlah segala-galanya. Jauh lebih penting dari itu: kemerdekaan nasional Indonesia. Dari sini kita bisa membaca watak dan orientasi penulis Madilog ini. Ia seorang Marxis, tapi sekaligus nasionalis. Ia seorang komunis, tapi kata Tan, "Di depan Tuhan saya seorang muslim" (siapa sangka ia hafal Al-Quran sewaktu muda). Perhatian utamanya adalah menutup buku kolonialisme selama-lamanya dari bumi Indonesia.

"Seratus ton arang itu diperoleh dengan makian bagero saja. Tanah, mesin, dan tenaga romusha pun digedor."

Saat menyamar dan bekerja di Bayah, Banten Selatan, Tan pernah diminta mengurusi data pekerja. Dia sering berhubungan dengan romusha dan mencatat jumlah kematian mereka. Dalam memoarnya, Tan mencatat 400 - 500 romusha meninggal setiap bulan. Hingga akhir pendudukan Jepang, luas tempat pemakaman romusha mencapai 38 hektare.

Keluar-masuk terowongan dan memberikan nasihat pentingnya kesehatan, Tan dikenal sebagai kerani yang baik hati. Dia suka membelikan makanan buat romusha dari upahnya sendiri. "Kita dapat mempraktekan rasa tanggung jawab terhadap golongan bangsa Indonesia yang menjadi korban militerisme Jepang," kata Tan suatu ketika.

Di dalam perusahaan, dia selalu mengusulkan peningkatan kesejahteraan romusha. Tan termasuk anti-Jepang, tapi tetap bergaul dengan mereka, termasuk penjabat direktur Kolonel Tamura. Dia mencoba berbicara mengenai kesejahteraan pekerja, tapi upayanya sia-sia.

Romusha mendapat upah 0,40 gulden (40 sen) dan 250 gram beras setiap hari. Uang 40 sen hanya cukup buat membeli satu pisang. Dalam salah satu tulisannya, Rencana Ekonomi Berjuang, Tan mengatakan hitung-hitungan upah romusha hanya di atas kertas. Tulisan itu dia buat di Surabaya pada November 1945.

Di situ Tan melukiskan kondisi romusha di Bayah lewat percakapan dua tokoh cerita, si Toke dan si Godam. "Seratus ton arang itu diperoleh dengan makian bagero saja. Tanah, mesin, dan tenaga romusha pun digedor," ucap si Godam. Ringkasnya, Jepang sama sekali tidak mengeluarkan bayaran romusha.

Tan mencoba menggalang pemuda untuk memperbaiki nasib romusha. Dia menggagas dapur umum yang menyediakan makanan bagi seribu romusha. Mereka membangun rumah sakit di pinggiran Desa Bayah, Cikaret. Tan juga membuka kebun sayur dan buah-buahan di Tegal Lumbu, 30 kilometer dari Bayah.

"Apakah tidak lebih tepat kemerdekaan Indonesialah kelak yang menjamin kemenangan terakhir?"

Pada September 1944, Soekarno dan Hatta berkunjung ke Bayah, Banten Selatan. Tan menjadi anggota panitia penyambutan tamu. Soekarno berpidato bahwa Indonesia bersama Jepang akan mengalahkan sekutu. Setelah itu, Jepang memberikan kemerdekaan buat Indonesia. Soekarno meminta pekerja tambang membantu berjuang dengan meningkatkan produksi batu bara.

Selesai pidato, moderator Sukarjo Wiryopranoto mempersilahkan hadirin bertanya. Saat itu Tan sedang memilih kue dan minuman untuk para tamu. Para penanya rupanya sering mendapatkan jawaban guyon sinis. Kepada Son-co (Camat) Bayah, misalnya, Sukarjo mengejek supaya ikut kursus "Pangreh Praja".

Tan gerah dengan suasana penuh ejekan itu.  Dia pun menyimpan talam kue dan minuman di belakang, lalu bertanya: apakah tidak lebih tepat kemerdekaan Indonesialah kelak yang lebih menjamin kemenangan terakhir?

Soekarno menjawab bahwa Indonesia harus menghormati jasa Jepang menyingkirkan tentara Belanda dan Sekutu. Tan membantah. Menurut dia, rakyat akan berjuang dengan semangat lebih besar membela kemerdekaan yang ada daripada yang dijanjikan.

Tan melihat Soekarno jengkel. Menurut dia, Soekarno tidak pernah didebat ketika berpidato di seluruh Jawa. Apalagi bantahan itu dari Bayah, kota kecil di pesisir yang cuma dikenal karena urusan romusha dan nyamuk malaria. Tan ingin bicara lebih panjang, tapi keburu dihentikan. (TEMPO, 17 Agustus 2008)


"Napak tilas pemikiran Tan Malaka, sang pendiri Republik Indonesia, memahami pemikiran-pemikiran dan sikapnya tentang perjuangan kemerdekaan rakyat jelata. Semoga dapat menginspirasi pemikiran dan sikap para penggiat kemerdekaan diri, dalam penjajahan kekinian. Meski pun berbeda bentuk dan cara, tapi hakekatnya sama saja. Penjajahan juga" (Lilis M. Usman)

Jakarta, 29 November 2013


Tulisan selanjutnya: MADILOG Naskah dari Rawajati (Tan Malaka)

TAN MALAKA #1

"Hatinya terlalu teguh untuk berkompromi. Ia orang pertama yang menulis konsep Republik Indonesia. Tapi hidupnya berakhir tragis di ujung senapan tentara republik yang didirikannya"

Hatinya terlalu teguh untuk berkompromi. Maka ia diburu polisi rahasia Belanda, Inggris, Amerika dan Jepang di 11 negara demi cita-cita utama: kemerdekaan Indonesia.

Namanya Tan Malaka, atau Ibrahim Datuk Tan Malaka. Ia orang pertama yang menulis konsep Republik Indonesia. Muhamad Yamin menjulukinya "Bapak Republik Indonesia". Soekarno menyebutnya "seorang yang mahir dalam revolusi". Tapi hidupnya berakhir tragis di ujung senapan tentara republik yang didirikannya.

Ia seorang yang telah melukis revolusi Indonesia dengan bergelora, dan kini mungkin dua-tiga generasi melupakan sosoknya yang lengkap ini: kaya gagasan filosofis, tapi juga lincah berorganisasi.

Orde Baru telah melabur hitam peran sejarahnya. Tapi, harus diakui, di mata sebagian anak muda, Tan mempunyai daya tarik yang tak tertahankan. Sewaktu Soeharto berkuasa, menggali pemikiran serta langkah-langkah politik Tan sama seperti membaca novel-novel Pramoedya Ananta Toer. Buku-bukunya disebarluaskan lewat jaringan klandestin. Diskusi yang membahas alam pikirannya dilangsungkan secara berbisik. Meski dalam perjalanan hidupnya Tan akhirnya bersebrangan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), sosoknya seringkali dihubungkan dengan PKI: musuh abadi Orde Baru.

Perlakuan serupa menimpa Tan di masa Soekarno berkuasa. Soekarno, melalui kabinet Sjahrir, memenjarakan Tan selama dua setengah tahun, tanpa pengadilan. Persetruannya dengan para pemimpin pucuk PKI membuat ia terlempar dari lingkaran kekuasaan. Ketika PKI akrab dengan kekuasaan, Bung Karno memilih Musso - orang yang telah bersumpah menggantung Tan karena pertikaian internal partai - ketimbang Tan.

"Buku Naar de Republiek dan Massa Actie (1926) yang ditulis dari tanah pelarian itu telah menginspirasi tokoh-tokoh pergerakan di Indonesia"

Di sepanjang hidupnya, Tan telah menempuh pelbagai royan: dari masa akhir Perang Dunia I, revolusi Bolsyewik, hingga Perang Dunia II. Di kancah perjuangan kemerdekaan Indonesia, lelaki kelahiran Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat, 2 Juni 1897 ini merupakan tokoh pertama yang menggagas secara tertulis konsep Republik Indonesia. Ia menulis Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada 1925, jauh lebih dulu dibanding Mohammad Hatta, yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi di depan pangadilan Belanda di Den Haag (1928), dan Bung Karno, yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933).

Buku Naar de Republiek dan Massa Actie (1926) yang ditulis dari tanah pelarian itu telah menginspirasi tokoh-tokoh pergerakan di Indonesia. Tokoh pemuda radikal Sayuti Melik, misalnya, mengenang bagaimana Bung Karno dan Ir. Anwari membawa dan mencoret-coret hal penting dari Massa Actie. Waktu itu Bung Karno memimpin Klub Debat Bandung. Salah satu tuduhannya yang memberatkan Soekarno ketika diadili di Landrat Bandung pada 1931 juga lantaran menyimpan buku terlarang ini. Tak aneh jika isi buku itu menjadi ilham dan dikutip Bung Karno dalam pleidoinya, Indonesia Menggugat.

W.R. Supratman pun telah membaca habis Massa Actie. Ia memasukkan kalimat "Indonesia tanah tumpah darahku" ke dalam lagu Indonesia Raya setelah diilhami bagian akhir dari Massa Actie, pada bab bertajuk "Khayal Seorang Revolusioner". Di situ Tan antara lain menulis, "Di muka barisan laskar, itulah tempatmu berdiri...... Kewajiban seorang yang tahu kewajiban putra tumpah darahnya". (bersambung .............)

TEMPO, 17 Agustus 2008

Berharap catatan ulang ini dapat menginspirasi kaum masa kini, untuk tetap memelihara semangat perjuangan. Karena pada hakekatnya kita tetap dalam keadaan terjajah, yang mengekang.

Jakarta, 28 November 2013

SUTAN SJAHRIR #2

"Sesudah lebih daripada dua puluh tahun di belakang ini, saya tidak ingin akan menjadi teman separtai kaum sosialis, yang kebanyakan masih mau berkompromi dengan kapitalis-imprealis itu."

Di Serang, Sjahrir meminta Tan Malaka menjadi Ketua Partai Sosialis yang segera didirikan. Reputasi Tan yang legendaris dipandang dapat memperkuat basis kekuasaan yang solid bagi Sjahrir.

Tan Malaka menolak tawaran itu. Dalam pandangannya, partai-partai yang tumbuh seperti jamur di musim hujan hanya membawa perpecahan dan mengancam persatuan yang begitu diperlukan bagi perjuangan melawan Belanda. Tan Malaka menegaskan prinsipnya: "Sesudah lebih daripada dua puluh tahun di belakang ini, saya tidak ingin akan menjadi teman separtai kaum sosialis, yang kebanyakan masih mau berkompromi dengan kapitalis-imprealis itu." Kepada pengikut setianya, Maroeto Nitimihardjo, ia bahkan lebih terus terang, "Aku tak bisa melakukan ini, aku Komunis."

Inilah akhir kerja sama kedua tokoh ini - Sjahrir memilih garis lebih moderat, Tan Malaka mengorganisasikan alternatif lebih radikal. Keduanya tak pernah bertemu lagi.

Pamflet Perdjoengan Kita tulis dan terbitkan pada 10 November 1945, lima hari sebelum Sjahrir menjadi perdana menteri, bertepatan dengan bentrok fisik para pemuda dengan tentara Inggris di Surabaya. Hari yang ditandai dengan pekik "Merdeka atau Mati" itu kini dikenang sebagai Hari Pahlawan.

Dengan penuh gelora dan kritik tajam, Sjahrir melukiskan situasi Indonesia di awal kemerdekaan itu pada bagian pertama Perdjoengan Kita. Dengan jernih Sjahrir menunjukan bahwa kerusuhan, pemecahan masyarakat ke dalam kelompok-kelompok, serta agitasi kebencian kepada ras bangsa Jepang akan menimbulkan sebuah kekuatan fasis baru dari dalam negeri sendiri.

Ia mengkritik, pekik merdeka hanya simbol kosong dari euforia kebebasan. Proklamasi 17 Agustus 1945 ia hantam sebagai peluang menyusun kekuasaan tapi tak dipakai oleh para pemimpin karena mereka "terbiasa membungkuk dan berlari untuk Jepang dan Belanda". Sjahrir sendiri absen saat Soekarno-Hatta membacakan pernyataan Indonesia merdeka itu.

Bagian kedua pamflet ini mengurai bagaimana seharusnya Indonesia menyusun kekuatan dan menegakkan Republik. Bagi Sjahrir, kekuatan itu harus dimulai dengan "revolusi kerakyatan", revolusi yang dipimpin golongan demokratis, bukan nasionalistis  yang membudak pada fasis lain. "Politieke collaboratoren harus dipandang juga sebagai fasis, berdosa dan berkhianat pada perjuangan dan revolusi rakyat", tulisnya.

Kalimat inilah yang memicu kemarahan tokoh politik ketika itu. Jenderal Sudirman, pemimpin tentara Pembela Tanah Air yang dibentuk Jepang, menyebut pernyataan Sjahrir kurang bijak.

Meski ditentang kanan-kiri, Sjahrir jalan terus. Ia mengubah sistem presidensial dengan parlementer, sebagaimana keyakinannya dalam pamflet ini bahwa kedaulatan harus ada di tangan rakyat melalui wakil-wakilnya di lembaga legislatif. Partai-partai harus dibentuk oleh mereka yang terdidik, berdisiplin, dan berpengetahuan modern untuk membawa rakyat ke dalam revolusi.

Pada bagian akhir pamflet ini, Sjahrir menjelaskan agak tehnis soal menyusun alat-alat pemerintahan: bagaimana memfungsikan pangreh praja, polisi dan petugas agraria. Ia menyerukan buruh dan tani diperkuat melalui pendidikan politik sebagai kekuatan revolusioner yang demokratis. Pemilihan-pemilihan harus dimulai di desa. Pemuda, sementara itu, harus menyokong buruh dan tani, bukan pemimpin revolusi itu sendiri.

Ia juga menyinggung soal politik luar negeri. Menurut Sjahrir, kemerdekaan sesungguhnya harus dicapai secara bertahap, rapi, dan elegan, bukan frontal dengan angkat senjata. Maka ia mempraktekan politik diplomasi: berunding dengan Belanda dan Sekutu serta melecut simpati dunia International.

"Aku relatif kurang populer di kalangan orang-orang nasionalis dan intelektual di Indonesia. Ini untuk sebagian besar disebabkan karena mempunyai apa yang disebut mereka itu "kecenderungan-kecenderungan Barat" dan beberapa orang malahan mengatakan aku "kebelanda-belandaan" (Banda Neira, 9 Maret 1936)

Di Banda Neira pikiran-pikirannya ntentang Barat makin eksplisit. "Barat" bagiku berarti kehidupan yang menggelora, kehidupan yang mendesak maju, kehidupan dinamis. Itulah sifat Faust, sifat yang kusukai, dan aku yakin bahwa hanya Barat - yaitu dalam pengertian dinamis ini - yang bisa melepaskan Timur dari perbudakannya." 

Selanjutnya lihatlah bagaimana saatnya Sjahrir menerangkan "Timur". Menurut dia, banyak intelektual Indonesia yang terperangkap oleh gambaran Timur yang sesungguhnya diidealisasi oleh beberapa filosof. Timur yang tenang, yang harmoni, suatu Timur yang tak pernah ada. "Timur seperti dilihat orang-orang Budhis itu, hanya ada bagi mereka saja. Apakah masih ada Timur semacam itu di Hongkong atau Shanghai, atau Batavia? Di mana-mana di Timur ini irama hidup, tempo sudah dipercepat. Ketentraman jiwa yang sangat dihasratkan itu mungkin masih kedapatan di pelosok-pelosok."

Kita dapat melihat orientasi dasar Sjahrir terhadap Barat itu, amat melandasi sikap-sikap politiknya, misalnya: sikapnya terhadap nasionalisme yang ekstrem. Sjahrir mengkritik perjuangan politik yang di negeri ini cenderung harus mempunyai unsur moral yang kuat. "Politik untuk orang-orang kita di sini bukan berarti: perhitungan, melainkan bertindak etis, berbuat dan bersikap moral tinggi. Pemimpin-pemimpin haruslah pahlawan-pahlawan, nabi-nabi".

Ia juga mengkritik adanya kebencian yang tak kenal damai dengan Belanda. Pada Maret 1938, Sjahrir menulis surat bagimana ia tak ingin terlibat dalam gerakan non-koopresai. Sjahrir melihat gerakan non-kooperasi sudah diangkat menjadi soal kehormatan. Baginya, itu cermin dari mentalitas inferioritas. Pada titik itu, secara tajam ia menganggap nasionalisme yang ekstrem bisa menjadi timbul dari rasa rendah diri ini.

Ia menulis: "Aku hampir-hampir hendak mengatakan bahwa nasionalisme ialah proyeksi daripada kompleks inferioritas dalam hubungan kolonial antara bangsa yang dijajah dan bangsa yang menjajah. Jadi, dari semula dasar dari propaganda nasionalistis adalah suatu perasaan yang tidak rasional."

Semoga dapat menangkap intisari, untuk direnungkan, bisa jadi daur ulang pemikiran-pemikiran sang pejuang negeri, masih diperlukan. Wallahu'alam Bissowab.

Jakarta, 27 November 2013
 
 




 

CATATAN AKHIR TAHUN, AKHIR MASA TUGAS

Tabiat manusia, ketika kita tidak menyadari bahwa setiap saat akhir kehidupan bisa terjadi, kita akan lalai. Tidak disiplin, tidak taat aturan, tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya. Tidak peduli terhadap orang lain, tidak perduli dengan kebaikan dan kebenaran yang disampaikan orang lain pada kita. 

Suka emosi kalau diingatkan, arogan dan merasa benar sendiri. Ketika diberi musibah, diberi penyakit, apalagi divonis dokter, bahwa penyakitnya sudah stadium akhir, paling bisa bertahan hanya beberapa bulan. Baru mulai sibuk, meminta waktu kepada Tuhan, untuk dapat memperbaiki semuanya. Berjanji untuk bertaubat, memulainya dari awal, melakukan semua kebaikan, rajin menjalankan perintah dan lain-lain. 

Berikan kesempatan yang ke dua ya Allah, kami akan berbuat baik, melaksanakan kebenaran, menjunjung tinggi amanah masyarakat, menjalankan kewajiban, memberikan hak setiap orang. 

Waktu tidak bisa diulang, semuanya sudah terlambat, semuanya akan segera berakhir. 

Tak terasa lima tahun berlalu sudah, kepemimpinannya akan segera berakhir pada 2014. Serasa begitu cepat waktu berlalu, banyak pekerjaan yang belum dikerjakan, banyak persoalan yang belum diselesaikan, banyak janji yang belum dipenuhi, banyak hak yang belum diberikan, karena kewajiban tidak dilaksanakan dengan sebenar-benarnya. 

Selama ini, kita hanya membuang-buang waktu, membuang-buang energi, bahkan membuang-buang biaya yang tidak sedikit, hanya untuk berdiam diri dan malas-malasan. Tidak ada pekerjaan yang benar-benar dilakukan dengan baik dan serius, kecuali banyak komentar. Mengomentari semua hal yang dilakukan orang lain. Menghujat semua hal yang dilakukan orang lain, yang tidak menyenangkan kita. Terkadang bukan hanya komentar, tetapi juga sumpah serapah dan hujatan.

Apakah semuanya bisa selesai hanya dengan dikomentari? apakah semua persoalan bisa terjawab, ketika kita menghujat dan menyumpahi, berserapah?

Ayo bergerak kawan! Lakukan perubahan! menuju hari esok yang lebih baik dan lebih maju.

Kembali pada diri sendiri, periksa semua peralatan diri. Apakah nurani kita masih jernih? apakah pikiran kita masih bersih? apakah komitment kita masih setia pada kebenaran? apakah kita masih punya intergritas terhadap perjuangan bersama? Ataukah kita sudah berubah menjadi seorang monster? mahluk "kanibal" di tengah-tengah gerakan massa, memangsa jenis kita sendiri?

Mari lakukan instrospeksi diri, jangan memaksakan kehendak diri lagi, dengan memaksa orang lain untuk menguasakan hidupnya pada kita. Sudah terbukti, kesempatan dan amanah yang mereka berikan pada kita, sudah tersia-siakan begitu saja.

Jika kita tidak mampu menjalani tugas kekhalifahan dalam komunitas kita, maka serahkanlah pada mereka. Jangan lagi menorehkan luka dan kekecewaan pada mereka, yang sudah percaya dengan tulus, membayar perubahan nasibnya, yang tak kunjung kita lakukan.

Biar Tuhan bekerja dengan kekuasaan TanganNya, mengatur kehidupan kita selanjutnya.

Renungan siang, dalam helatan ujung perjalanan.

Tangerang, 24 November 2013